17. Membaca Tanda-tanda Kematian

Setiap manusia yang dilahirkan di dunia ini, cepat atau lambat pasti akan mengalami suatu proses berpisahnya ruh dengan jasad. Dalam bahasa agama, proses tersebut dinamakan proses kematian. Sedangkan dalam bahasa kaum sufi, proses tersebut diistilahkan dengan nama kebangkitan ruh dari jasad. Mayoritas umat Islam di Indonesia sering menamakan peristiwa kematian tersebut dengan istilah meninggal dunia, yang mana seorang yang meninggal dunia akan meninggalkan segala apa yang dimilikinya, baik istrinya, suaminya, anaknya, orang tuanya, kekasihnya, pekerjaannya, jabatannya, hartanya, maupun keinginan dan cita-citanya serta rencana-rencananya dimasa depan. Dalam ajaran Islam, proses terjadinya kematian ini juga dikategorikan sebagai kiamat kecil atau Qiyamat Sugro.

Adapun mengenai kapan terjadinya dan bagaimana terjadinya proses kematian tersebut, hanya Allah-lah yang mengetahui rahasianya. Oleh sebab itu sebagai seorang muslim diwajibkan untuk mempersiapkan diri baik lahir maupun batin untuk menghadapi dan menyikapi proses kematian tersebut dengan arif dan bijaksana, bahkan Allah telah menganjurkan agar kita selalu berdoa supaya mendapatkan mati yang baik (husnul khotimah).

“Dan katakanlah: Yaa Tuhanku, masukkanlah (ruh ke dalam jasadku) secara benar, dan keluarkanlah (ruh dari jasadku) secara benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (QS. Al-Isra 80)

Disampaikan Allah melalui firman-Nya dalam Al Qur’an, bahwa orang-orang yang beriman (yang sudah ma’rifatullah) akan diberitahukan tanda-tanda datangnya kematian yang akan menimpa dirinya, bahkan tanda-tanda kematian itu sebenarnya dapat juga dibaca oleh saudara-saudara seimannya.

“Diwajibkan atas kamu apabila seorang diantara kamu kedatangan (melihat atau membaca) tanda-tanda kematian, maka berwasiatlah kepada bapak, ibu, dan saudara-saudara dekatnya, jika ia meninggalkan harta atau peninggalan yang banyak. Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah 180); “Dan orang-orang yang akan meninggalkan dunia diantaramu dan meninggalkan istri-istrinya hendaklah ia berwasiat untuk istri-istrinya.” (QS. Al-Baqarah 240).

vertigo-eye-800x440

Dalam sebuah hadits, juga telah diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW telah mengetahui tanda-tanda kematian yang akan menimpa diri beliau sehingga beliau berwasiat kepada umat Islam, tetapi sayangnya wasiat tersebut gagal untuk dicatat oleh sahabat.

Dari Abi Said Al Khudri, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah menyuruh memilih kepada hamba-Nya antara dunia dan akhirat. Maka dipilihnya akhirat.” Lalu Abu Bakar menangis. Kenapa dia menangis? Pada kalimat ‘jika Allah SWT menyuruh memilih kepada salah seorang hamba-Nya antara dunia dan akhirat, lalu dipilihnya akhirat’, Abu Bakar yakin betul bahwa ‘hamba-Nya’ yang dimaksud dalam perkataan Rasulullah adalah Rasulullah itu sendiri.

Sabda Rasulullah SAW: “Hai, Abu Bakar, jangan menangis! Sesungguhnya orang yang paling dekat kepadaku persahabatan dan hartanya adalah Abu Bakar. Andai aku boleh memilih teman di antara umatku, maka akan kupilih Abu Bakar. Tetapi persaudaran dan kecintaan dalam Islam cukup memadai. Tidak satupun pintu didalam masjid yang terbuka, melainkan semuanya tertutup, kecuali pintu Abu Bakar” (HR. Bukhari).

Ibnu Abbas menyampaikan, ketika nabi bertambah keras sakitnya, beliau berkata: “Bawalah kemari kertas supaya aku dapat menuliskan sesuatu agar kamu tidak lupa nanti.” Namun kata Umar bin Khathab: “Sakit Nabi bertambah keras. Kita telah mempunyai Kitabullah, cukuplah itu.” Hingga para sahabat yang hadir ketika itu berselisih pendapat dan menyebabkan terjadinya suara gaduh. Lalu Nabi berkata: “Aku harap kalian semua pergi. Tidak pantas kalian semua bertengkar di dekatku.” Ibnu Abbas lalu keluar dan berkata: “Alangkah malangnya, terhalang mencatat sesuatu dari Rasulullah.” (HR. Bukhari).

Dari hadits tersebut, terlihat bahwa sebelum Nabi Muhammad SAW wafat, beliau sudah diberitahu oleh Allah kapan beliau akan meninggalkan dunia, bahkan beliau masih diberi kesempatan untuk memilih apakah tetap hidup di dunia atau kembali kepada Allah, dan beliau memilih untuk kembali kepada Allah dengan meninggalkan dunia beserta segala isinya.

Kemudian beliau juga hendak membacakan wasiatnya kepada umat Islam yang akan ditinggalkannya, akan tetapi pembacaan wasiat beliau tersebut tidak jadi dilaksanakan. Padahal isi wasiat tersebut sangat penting sekali, yang berkaitan dengan masalah suksesi kepemimpinan jika beliau meninggal dunia. Akibat dari gagalnya pembacaan wasiat tersebut akhirnya umat Islam terpecah belah dalam memperebutkan jabatan Khalifah sehingga menyebabkan tiga Khalifah terbunuh dalam perebutan jabatan tersebut. Hal ini sudah diprediksi oleh Nabi Muhammad SAW.

Syaqiq bercerita, aku mendengar Hudzaifah berkata pada suatu hari ketika kami duduk dekat Umar. Dia berkata: “Siapakah di antara anda semua yang masih ingat sabda Rasulullah SAW tentang fitnah.” Jawabku: “Aku masih ingat, tepat sebagaimana yang beliau sabdakan.” Kata Umar: “Anda tidak sangsi? Betulkah itu?”

Jawabku: “Fitnah (kesalahan) seorang laki-laki dalam keluarganya, hartanya, anaknya dan tetangganya dihapuskan oleh shalat, puasa sedekah dan oleh amar ma’ruf serta nahi mungkar.” Kata Umar: “Bukan itu yang aku maksudkan. Tetapi fitnah yang menggelombang seperti gelombang laut.” Jawab Hudzaifah: “Ya, Amirul Mu’minin, Anda tidak usah gelisah mengenai hal itu. Karena antara anda dan fitnah itu ada pintu yang terkunci rapat.”

Kata Umar: “Apakah pintu itu bisa dipecah atau dibuka orang?” Jawab Hudzaifah: “Akan pecah.” Kata Umar: “Kalau sudah pecah, tentu tak dapat dikunci lagi untuk selama-lamanya.”

Kami lalu bertanya kepada Hudzaifah: “Apakah Umar tahu pintu itu?” Jawab Hudzaifah: “Ya, dia tahu sebagaimana dia tahu bahwa malam ini terjadi sebelum besok pagi. Dan aku telah menceritakan kepadanya hadits yang tidak mengandung kesalahan.” Kata Syaqiq: “Kami takut akan bertanya lagi kepada Hudzaifah perihal pintu itu, maka kami suruh Masruq bertanya.” Jawab Hudzaifah: “Pintu itu adalah Umar sendiri.” (HR. Bukhari)

Disinilah pentingnya sebuah wasiat yang harus diwasiatkan oleh orang yang telah melihat datangnya tanda-tanda kematian dirinya, kepada keluarga yang akan ditinggalkannya. Terbacanya tanda-tanda kematian tergantung dari tingkat keimanan seseorang kepada Allah SWT. Semakin tinggi tingkat keimanan seseorang kepada Allah SWT, maka semakin jelas tanda-tanda kematian itu terbaca olehnya. Tetapi sebaliknya, semakin rendah tingkat keimanan seseorang kepada Allah SWT maka semakin tidak jelas bahkan bisa jadi tidak terbaca tanda-tanda kematian yang akan datang kepadanya.

Oleh sebab itu kita sebagai orang yang telah beriman diwajibkan untuk memelihara tingkat keimanan kita, agar terus berevolusi mencapai tingkat yang tak terbatas, sehingga mudah dalam membaca tanda-tanda yang disampaikan Allah SWT, baik melalui alam maupun yang ada dalam diri kita sendiri.

Apabila hal tersebut dilaksanakan dengan baik Insya Allah bahkan tanda-tanda datangnya kematian pada diri kita, dapat dibaca atau dilihat dengan jelas satu tahun sebelum kita meninggal dunia. Bahkan proses kematian yang akan dialami oleh seorang yang sudah ma’rifatullah dapat ditangguhkan atau ditunda beberapa tahun tergantung dari keinginan orang tersebut yang tentunya hal tersebut terkait dengan ijin Allah SWT, kekuatan jasad dan kesucian ruhani serta bantuan doa dari saudara-saudara seimannya.

“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati, melainkan dengan Ijin Allah sebegai ketetapan yang tertentu waktunya. Barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan dunia niscaya Kami berikan kepadanya, dan barangsiapa menghendaki kebahagiaan akhirat niscaya Kami berikan kepadanya. Dan Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imran 145)

Orang-orang yang beriman (yang sudah ma’rifatullah) akan diberitahukan tanda-tanda datangnya kematian yang akan menimpa dirinya, bahkan tanda-tanda kematian itu sebenarnya dapat juga dibaca oleh saudara-saudara seimannya.

Allah memang tidak menjelaskan secara terperinci tentang tanda-tanda datangnya proses kematian serta bagaimana rasa dan pengalaman disaat datangnya kematian. Tetapi para ahli ma’rifatullah telah menyusun berbagai buku dan keterangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Dan penyusunan buku-buku dan keterangan tentang tanda-tanda kematian dan pengalaman mati, tentunya berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW serta renungan ilham dan petunjuk dari Allah SWT.

Salah satu diantaranya adalah Ki Ageng Nitiprana. Beliau adalah pewaris ilmu Tasawuf generasi ke sembilan dari Sunan Kudus, salah satu Ulama Tasawuf yang berhasil menyusun tanda-tanda kematian yang bisa diketahui satu tahun sebelum seseorang meninggal dunia. Berikut tanda-tanda kematian yang dapat dikenali satu tahun sebelum berpisahnya Ruh dan Jasad (Qiamat Sugro):

  1. Dua belas bulan sebelum kematian menjemput, akan mendengar suara-suara aneh yang belum pernah didengar dan suara tersebut lain dengan suara yang ada di dunia.
  2. Sembilan bulan sebelum kematian menjemput, tiba-tiba melihat sinar matahari bersinar hitam.
  3. Enam bulan sebelum kematian menjemput, tiba-tiba melihat air berwarna merah (kemerah-merahan), sedangkan api tampaknya berwarna hitam.
  4. Seratus hari sebelum kematian menjemput, sekonyong-konyong di depan mata tampak seperti terbentang laut yang luas, dimana seolah-olah ada sesuatu yang berwarna putih terlentang, sehingga kelihatan mayat dipocong-pocong dan dibungkus.
  5. Delapan puluh hari sebelum kematian menjemput, apabila menopang tangan di atas kening sendiri dengan lengan tangan di hadapan, ia tidak akan melihat lengan tangannya.
  6. Tujuh puluh hari sebelum kematian menjemput, tidak dapat menggerakkan jari manisnya dengan leluasa sebagaimana mestinya.
  7. Enam puluh hari sebelum kematian menjemput, tiba-tiba akan melihat bahwa matahari tampaknya seolah-olah kaca cermin yang di dalamnya terdapat bayangan diri pribadi sendiri berupa wajahnya sendiri.
  8. Lima puluh hari sebelum kematian menjemput, tiba-tiba melihat sejenis cahaya luar biasa indah gemilang, tetapi sekejap menghilang.
  9. Empat puluh hari sebelum kematian menjemput, kuping akan berdengung terus-
  10. Tiga puluh hari sebelum kematian menjemput, perasaan kadang-kadang kosong dan hampir tidak ingat apa-apa.
  11. Dua puluh hari sebelum kematian menjemput, di mata seperti ada yang bergerak terus-menerus.
  12. Tujuh hari sebelum kematian menjemput, langit-langit mulut apabila dijilat dengan ujung lidah tidak terasa geli.
  13. Tiga hari sebelum kematian menjemput, mendengar suara gaduh dan kadang-kadang mendengar suara tangis bayi yang baru lahir.
  14. Dua puluh empat jam sebelum kematian menjemput, nafas yang keluar dari hidung terasa sangat dingin, sedang lidah terasa panas. Hidung menjadi kuncup. Denyut yang ada pada kedua kaki semakin hilang dan denyut bagian dada bergetar hebat.
  15. Tiga jam sebelum kematian menjemput, jalan nafas mulai berkurang, karena sebagian nafasnya mulai berkumpul dengan suatu angan-angan untuk dibawa pulang oleh Nur Muhammad ke hadirat Ilahi Rabbi.

Imam Ghazali ra konon diriwayatkan memperoleh tanda-tanda ini sehingga beliau menyiapkan dirinya untuk menghadapi datangnya kematian. Beliau menyiapkan dirinya dengan mandi dan berwudlu serta mengkafani tubuhnya, kecuali bagian kepalanya. Kemudian Imam Ghozali memanggil kakaknya yaitu Imam Ahmad untuk meneruskan mengkafani kepala beliau. Beliau wafat ketika Imam Ahmad bersedia untuk mengkafani bahagian mukanya. Subhanallah!

Sumber : Kuswanto Abu Irsyad

http:// NurulKhatami.com-Majelis Kajian Tasawuf

https://hbis.wordpress.com/2010/09/07/membaca-tanda-tanda-kematian/

Gusblero Free

4 tanggapan untuk “17. Membaca Tanda-tanda Kematian

  1. Assalamualaikum wr. Wb.

    Kiranya bila berkenan, saudara bisa berbagi kepada saya, buku karya agung milik, ki ageng nitiprana / kyai ageng nitiprayitna / usman effendi. Baik dalam bentuk pdf, atau Link dan semacamnya,

    Semoga “cahaya” keilmuan saudara dapat sangat bermanfaat bagi saya..

    Wassalamualaikum wr.wb

    Suka

Tinggalkan komentar