Belajar Dari Arjuna

gusblero - kematian putra pandawa

 

Perang Baratayudha usai, Pandawa menang. Namun diantara panji-panji Astina yang tetap berkibar hari itu tak terdengar sedikit pun sorak-sorai. Astina menangis, seluruh anak-anak Pandawa tumpas, tak satu pun anak-anak Pandawa tersisa.

 

Diriwayatkan setelah perang usai, mereka mengadakan sebuah pertemuan yang membahas tentang masa depan negara Astina. Kresna yang dipercaya sebagai pemimpin dari pertemuan tersebut menyatakan bahwa kematian dari anak-anak pandawa adalah sebuah kodrat yang memang harus terjadi.

 

Kresna mengungkit sebuah kisah yang menceritakan peristiwa yang dialami Arjuna setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari Manimantaka yang menjadi musuh para dewa. Ketika itu, sebagai imbalan Arjuna didatangi oleh Dewa Bethara Guru dan Narada, dan ditawari oleh kedua dewa tersebut untuk mengajukan 3 permintaan apa saja yang akan dikabulkan semuanya. Dan saat itu Arjuna meminta 3 hal :

 

  1. Pandawa menang dalam Perang Baratayudha.
  2. Pandawa utuh lima, tidak ada yang gugur dalam perang itu.
  3. Kerajaan Astina pura kembali ke tangan Pendawa.

 

Saat ketiga permintaan tersebut diutarakan Arjuna, sebenarnya kedua dewa tersebut masih menawarkan apakah masih ada keinginan lain dari Arjuna, bahkan mengulanginya hingga 3 kali.

 

“Cukup itu saja permintaanmu, Arjuna?” tanya kedua Dewa.

“Cukup,” kata Arjuna mantap.

“Coba dipikir sekali lagi, cukup itu saja permintaanmu, Arjuna?” tanya Sang Dewa lagi.

“Cukup,” jawab Arjuna tak goyah.

“Untuk yang terakhir kali, cukup itu saja permintaanmu, Arjuna?” tanya Dewa menegas.

Dan Arjuna menjawab tegas, “Tidak, cukup itu saja.” Maka kemudian kembalilah kedua dewa tersebut ke kahyangan.

 

Pada saat itulah, Semar yang setia menemani Arjuna bertapa menjerit menangis dan bertanya kenapa Arjuna tidak meminta agar anak-anak Pandawa selamat dan utuh setelah perang Baratayudha, padahal kesempatan meminta selalu ditawarkan oleh kedua dewa tadi.

 

Akan halnya Arjuna justru ganti bertanya kepada semar, “APAKAH SEMUA ANAK-ANAK PANDAWA KELAK AKAN GUGUR DI MEDAN PERANG BARATAYUDHA?” Sontak Semarpun semakin menangis menjerit karena Semar tahu bahwa Arjuna baru saja bertapa dan segala ucapannya pasti akan terwujud.

 

Setelah Kresna bercerita tentang peristiwa tersebut, maka Pandawa Lima pun sadar tentang kodrat kehidupan yang pasti terjadi sebagaimana yang dimaksud oleh Kresna.

 

Untunglah, cucu Arjuna, yaitu Parikesit yang lahir menjelang Baratayudha usai, selamat. Maka setelah itu, tahta dari kerajaan Astina pun diserahkan kepada bayi kecil cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit dan tamatlah kisah keluhuran dan kedigdayaan Pandawa Lima hanya karena mengentengkan hal sepele tentang kelangsungan dan masa depan generasi Pandawa.

 

Dan inilah pelajaran sesungguhnya dari kisah Pandawa untuk momen hingar demokrasi yang akan terjadi sepanjang 2019 nanti. Entah Prabowo entah Jokowi, entah para Caleg, siapapun dari mereka yang merasa paling patas menjadi Arjuna, menjadi lelananging jagad, adalah juga menjadi sebuah keharusan untuk memperhatikan bagaimana kemudian nasib anak-anak mereka.

 

Bukan semata anak biologis, namun juga anak-anak yang lahir dari rahim kesamaan ideolgi, visi dan misi: PARA KOSTITUEN, RELAWAN, MEREKALAH ANAK-ANAK YANG LAHIR DALAM MEDAN PERTEMPURAN. MEREKA YANG SAAT SITUASI SEGENTING APAPUN SELALU ADA, BUKAN HANYA SEKADAR MENEMANI, NAMUN SIAP BERPERANG UNTUK MEMENANGKAN PERTEMPURAN. Mereka tak boleh dilupakan.

 

Ini penting, sebelum alam memutuskan sendiri hukum kodratnya. Karena kekuatan kekuasaan yang kemudian mereka peroleh itu sesungguhnya murni amanah dari Rakyat.

 

Gusblero, 28 Juli 2018

The Soul of Java

 

the soul of java_shadow

 

THE SOUL OF JAVA Branding Tagline baru Kabupaten Wonosobo

 

  • Brand selaras dengan Wonderful Indonesia.
  • Lingkaran sebagai ‘icon’ menggambarkan dunia (universe) dan perkembangan yang terus menerus (tanpa putus). Lingkaran (’O’) juga selaras dengan Wonosobo yang banyak memiliki huruf ‘O’.
  • Slogan “The Soul of Java” menggambarkan Wonosobo sebagai ‘ruh’ dan ‘akar’ Jawa. Slogan ini juga mengkapitalisasi nama ‘Java’ yang sudah mendunia.
  • Prominenticon: gunung, alam, dan matahari terbit.

 

INFO LENGKAP : @bappedawonosobo, SARAN : ikejanitadewi@yahoo.com

 

wonosobo soul of java

 

 

logo the soul of java

Ia Yang Terkenal di Langit, Namun Tak Dikenal di Bumi

“Sesungguhnya aku merasakan nafas ar-Rahman, nafas dari Yang Maha Pengasih, mengalir kepadaku dari Yaman.” begitulah kalimat mistis ini keluar dari Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

 

gusblero - uwais al qarani

 

Yaman, negeri di sebelah kanan Ka’bah, negeri asal angin sepoi-sepoi selatan yang disebut Nabi sebagai “Nafas dari Yang Maha Pengasih” itu adalah sebagaimana negeri yang mendatangkan keharuman kemeja Yusuf yang menyembuhkan kebutaan Ya’kub, ayahnya. Kini angin itu kembali berhembus membawa bau harum selendang kain ketaatan Uwais al-Qarani, tempat mana seberkas cahaya muncul menunjukkan rumah keruhanian yang sejati.

 

Uwais al-Qarani adalah seorang “Muhammadan” abis. Ia benar-benar menempatkan sosok Kanjeng Nabi Muhammad SAW sebagai cermin dalam biografi mistiknya. Saat mendengar kabar Nabi mengalami cedera dalam perang Uhud yang menyebabkan giginya patah, iapun segera mengambil batu dan memukul giginya hingga patah.

 

Ke-Muhammad-an dalam dirinya tak mentolelir perbedaan kefanaan dengan yang dicintainya. Ia menuntun dirinya dalam tradisi tasawuf yang genuine otodidak. Maka begitulah kemudian istilah Uwaisi dikenal untuk mereka yang menempuh jalan sunyi tanpa dituntun oleh sang guru hidup. Ia yang tak bisa melihat apapun kecuali wujud kekasihnya.

 

Shalatullah salamullah

‘Ala Thaha Rasulillah

Wa kulli mujahidin lillah

Bi ahlil Badri Ya Allah…

 

Karena berapapun banyak kalimat akan kehilangan makna jika tak menyertakan menyebut-nyebut nama kekasihnya, karena bentuk apapun pujian akan sia-sia jika engkau melupakan mencantumkan nama kekasihnya.

 

Sejatinya Uwais wajahnya cukup tampan. Pundaknya berbidang lapang, matanya biru, rambut dan kulitnya kemerah-merahan seringnya terbakar matahari. Tetapi ia betul-betul ghuraba miskin yang dibuang dari lingkungan. Ditertawakan, diolok-olok, dianggap gelandangan yang pantas dicurigai sebagai pencuri, tukang tipu, dan beragam penghinaan lainnya.

 

Suatu hari seorang fuqaha’ negeri Kuffah bermurah hati padanya dengan memberinya hadiah dua helai pakaian. Uwais menerima pemberian itu sebagai satu bentuk penghormatan, namun kemudian dikembalikannya lagi. “Aku khawatir sebagian orang akan menuduh darimana kudapatkan pakaian ini, kalau tidak dari menipu pasti dari mencuri.”

 

‘Negeri di sebelah kanan’ itu adalah tanah air Uwais al-Qarani yang memeluk Islam tanpa pernah bertemu dengan Nabi, dan Nabi pun menggaris bawahi keberadaannya tanpa pernah melihatnya. “Ia adalah anak yang taat kepada ibunya. Dan walau ia sangat tidak dikenal di bumi, sesungguhnya ia sangat terkenal di langit. Suatu ketika apabila kalian berkesempatan berjumpa dengannya, mintalah doa dan istighfarnya. Dia adalah penghuni langit, bukan semata penduduk yang tinggal di bumi.

 

Jika ia bersumpah pasti karena Allah, jika ia berdoa Allah pasti mengabulkannya. Pada hari kiamat nanti, saat seluruh ahli ibadah dipanggil masuk surga, ia justru diminta berhenti dulu untuk membagikan syafa’at, hingga sejumlah kabilah Rabi’ah dan Mudhar dimasukkan ke surga tanpa ada yang ketinggalan karenanya.”

 

Keutamaan kemuliannya dikarenakan baktinya kepada ibunya, seorang wanita yang telah tua dan lumpuh. Hingga suatu hari ibunya menyampaikan sebuah permintaan yang sulit ia kabulkan, membawanya agar bisa mengerjakan haji.

 

Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.

 

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian dibelilah seeokar anak lembu yang ia kandangkan di atas bukit. Setiap pagi ia bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. Orang-orang berkata: Uwais telah gila!

 

Suara-suara di sekelilingnya tak dihiraukannya. Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia terus menggendong lembu naik turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

 

Setelah delapan bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata ia latihan untuk menggendong Ibunya.

 

Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekah! Subhanallah. Uwais tetap berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka’bah saat ibunya begitu terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah.

 

Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran. “Dengan terampunnya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.” Kata Uwais singkat.

 

Subhanallah…

 

Gusblero, 21 Juli 2018