Perang Baratayudha usai, Pandawa menang. Namun diantara panji-panji Astina yang tetap berkibar hari itu tak terdengar sedikit pun sorak-sorai. Astina menangis, seluruh anak-anak Pandawa tumpas, tak satu pun anak-anak Pandawa tersisa.
Diriwayatkan setelah perang usai, mereka mengadakan sebuah pertemuan yang membahas tentang masa depan negara Astina. Kresna yang dipercaya sebagai pemimpin dari pertemuan tersebut menyatakan bahwa kematian dari anak-anak pandawa adalah sebuah kodrat yang memang harus terjadi.
Kresna mengungkit sebuah kisah yang menceritakan peristiwa yang dialami Arjuna setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakawaca, raja raksasa dari Manimantaka yang menjadi musuh para dewa. Ketika itu, sebagai imbalan Arjuna didatangi oleh Dewa Bethara Guru dan Narada, dan ditawari oleh kedua dewa tersebut untuk mengajukan 3 permintaan apa saja yang akan dikabulkan semuanya. Dan saat itu Arjuna meminta 3 hal :
- Pandawa menang dalam Perang Baratayudha.
- Pandawa utuh lima, tidak ada yang gugur dalam perang itu.
- Kerajaan Astina pura kembali ke tangan Pendawa.
Saat ketiga permintaan tersebut diutarakan Arjuna, sebenarnya kedua dewa tersebut masih menawarkan apakah masih ada keinginan lain dari Arjuna, bahkan mengulanginya hingga 3 kali.
“Cukup itu saja permintaanmu, Arjuna?” tanya kedua Dewa.
“Cukup,” kata Arjuna mantap.
“Coba dipikir sekali lagi, cukup itu saja permintaanmu, Arjuna?” tanya Sang Dewa lagi.
“Cukup,” jawab Arjuna tak goyah.
“Untuk yang terakhir kali, cukup itu saja permintaanmu, Arjuna?” tanya Dewa menegas.
Dan Arjuna menjawab tegas, “Tidak, cukup itu saja.” Maka kemudian kembalilah kedua dewa tersebut ke kahyangan.
Pada saat itulah, Semar yang setia menemani Arjuna bertapa menjerit menangis dan bertanya kenapa Arjuna tidak meminta agar anak-anak Pandawa selamat dan utuh setelah perang Baratayudha, padahal kesempatan meminta selalu ditawarkan oleh kedua dewa tadi.
Akan halnya Arjuna justru ganti bertanya kepada semar, “APAKAH SEMUA ANAK-ANAK PANDAWA KELAK AKAN GUGUR DI MEDAN PERANG BARATAYUDHA?” Sontak Semarpun semakin menangis menjerit karena Semar tahu bahwa Arjuna baru saja bertapa dan segala ucapannya pasti akan terwujud.
Setelah Kresna bercerita tentang peristiwa tersebut, maka Pandawa Lima pun sadar tentang kodrat kehidupan yang pasti terjadi sebagaimana yang dimaksud oleh Kresna.
Untunglah, cucu Arjuna, yaitu Parikesit yang lahir menjelang Baratayudha usai, selamat. Maka setelah itu, tahta dari kerajaan Astina pun diserahkan kepada bayi kecil cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit dan tamatlah kisah keluhuran dan kedigdayaan Pandawa Lima hanya karena mengentengkan hal sepele tentang kelangsungan dan masa depan generasi Pandawa.
Dan inilah pelajaran sesungguhnya dari kisah Pandawa untuk momen hingar demokrasi yang akan terjadi sepanjang 2019 nanti. Entah Prabowo entah Jokowi, entah para Caleg, siapapun dari mereka yang merasa paling patas menjadi Arjuna, menjadi lelananging jagad, adalah juga menjadi sebuah keharusan untuk memperhatikan bagaimana kemudian nasib anak-anak mereka.
Bukan semata anak biologis, namun juga anak-anak yang lahir dari rahim kesamaan ideolgi, visi dan misi: PARA KOSTITUEN, RELAWAN, MEREKALAH ANAK-ANAK YANG LAHIR DALAM MEDAN PERTEMPURAN. MEREKA YANG SAAT SITUASI SEGENTING APAPUN SELALU ADA, BUKAN HANYA SEKADAR MENEMANI, NAMUN SIAP BERPERANG UNTUK MEMENANGKAN PERTEMPURAN. Mereka tak boleh dilupakan.
Ini penting, sebelum alam memutuskan sendiri hukum kodratnya. Karena kekuatan kekuasaan yang kemudian mereka peroleh itu sesungguhnya murni amanah dari Rakyat.
Gusblero, 28 Juli 2018