Festival Dasasura Berlangsung Meriah

 

Festival Dasasura yang diselenggarakan warga dusun Larangan Desa Bomerto Wonosobo berlangsung sangat meriah. Sejak pukul tujuh pagi (20/9/2018) warga sudah berkumpul di mata air Tuk Telu untuk melakukan prosesi pengambilan air kehidupan (Ainul Hayat).

 

Ritual tersebut dilakukan untuk mengenang kesejarahan masa lalu dimana para tetua jaman dulu menggunakan mata air tersebut untuk kelangsungan hidup sehari-hari. Perhelatan ini kemudian dilanjutkan dengan selamatan 1000 ingkung, untuk kemudian diakhir dengan acara Munajat Hayat (permohonan keselamatan) dan pengajian bersama.

 

Setiap tanggal 10 Suro (Muharram) momen itu diperingati, sekaligus untuk melaksanakan Merti Desa sebagai wujud rasa syukur warga terhadap anugerah yang telah dilimpahkan Tuhan dalam kelimpahan air dan kesuburan alam.

 

Memberikan sambutan dalam acara itu Kades Bomerto Eko Widi Nugroho menyampaikan, kegiatan ini sebenarnya sudah berlangsung lama dari tahun ke tahun. Masyarakat setempat biasanya hanya menyebutnya dengan tradisi Sepuluh Suran. Mulai tahun ini kegiatan itu dipatenkan dan diberi tajuk Festival Dasasura.

 

Suwondo, ketua pemuda dusun Larangan menambahkan. Pada awalnya tradisi yang dilakukan hanya selamatan bersama dengan beberapa warga membawa ingkung ayam untuk selamatan. Seiring berjalannya waktu seluruh warga juga menyuguhkan ingkung karena mereka tidak ingin ketinggalan dalam mewujudkan rasa syukur.

 

Maka tidak aneh jika kemudian warga dusun Larangan yang terdiri lebih dari 300 KK kemudian pada saat acara ini digelar tahun 2017 kemarin saja bisa tergelar lebih dari 700 ingkung disebabkan warga yang lebih mampu menyumbang tidak hanya satu sajian ingkung.

 

Menurut Gusblero, budayawan Wonosobo yang ikut menggagas event ini, kearifan lokal yang kemudian mewujud dalam sebuah tradisi memang tak gampang dirumuskan dengan nalar. Berlimpahnya lauk dalam acara selamatan seperti itu juga tidak bisa dikatakan sebagai tindakan budaya riya’ yang berlebihan.

 

Di tiap pelosok dusun masih akan selalu ada orang-orang yang menandai 10 Suro (Muharram) sebagai waktu penanggalan keramat, yang lalu mereka mengambil momen itu tanpa sedikitpun ada niatan lain kecuali mewujudkan rasa syukur bersama.

 

Mengakhiri acara sambutan Camat Wonosobo Zulfa Kurniawan yang hadir didampingi Asisten 1 Samsul Ma’arif yang mewakili Bupati Wonosobo mengapresiasi kerukunan warga yang bergotong royong bersama mewujudkan acara itu.

 

“Kebersamaan ini indah. Sama seperti dekorasi yang keseluruhannya terdiri dari bahan alam, ini indah dan bersahaja. Semua warga bisa mengambil peran dalam kegiatan ini. Kebersamaan yang menampakkan keindahannya dalam bentuk-bentuk yang alami,” pungkasnya.