Festival Giriseba DITUNDA

poster ditunda

 

Berkaitan dengan rencana penyelenggaraan kegiatan Festival Giriseba yang sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 11-12 September 2018, oleh karena satu dan lain hal yang sifatnya non teknis, kegiatan tersebut DITUNDA/ DIUNDUR waktunya hingga tersedia kesempatan yang cukup rasional guna lancar dan suksesnya kegiatan dimaksud (maksimal Nopember 2018).

 

Demikian pemberitahuan disampaikan sekaligus konfirmasi terhadap pihak-pihak yang sejauh ini telah menjalin kesepakatan dan pemberian dukungan untuk dapat dipahami sebagaimana perlunya.

 

Wonosobo, 31 Agustus 2018

 

Panitia Festival Giriseba

 

#KarepeSikDuweKeris
#SibukWajibBelaBangsa

Dadio Banyu Ojo Dadi Watu

 

Air itu hidup, ia bergerak dan memiliki kehendak. Kehendak air adalah kehendak dari kehidupan sendiri yang membentuk keseimbangan reflektif.

 

Menjadi air menjadi sesuatu yang tak gampang dilukai. Anda bisa menghancurkan batu dengan palu, namun Anda tak akan bisa menusuk air dengan belati.

 

Kalamun harsa sumurup urubing tirta, gondhelana talining mega, jika Ingin melihat air bersinar, kendalikanlah awan, kendalikanlah hawa nafsu.

 

Menjadi manusia yang mempusakai ilmu air sama halnya menjadi manusia yang memiliki keluasan dan kedalaman samudera. Ia menampung seluruh hantaran kepentingan dari sungai yang bersumbu dari mata air, wajah kerakyatan semenjana.

 

Berjiwa samudera maknanya bisa menjadi pengayom dan pengayem. Pelindung dan pemberi ketentraman. Dan seperti halnya samudera, ia akan selalu menyingkirkan sampah-sampah ke tepinya.

 

Air dan mata air adalah perlambang sesuatu yang hidup. Firman Allah: wafajjarnaal ardha ‘uyuunan fal taqal maa-u ‘alaa amrin qad qudir, dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. (QS. Al Qamar 12).

 

Perhatikan pada Firman Allah di atas. Air bergerak selaras ketentuan. Dan air pun bisa hidup dan mengalir selaras doa-doa yang kita panjatkan.

 

Gusblero

(Konggres Mata Air #3 Igirmranak Kejajar Wonosobo, 18/8/2018)

Festival Giriseba

konsep poster festival giriseba

Nama Kegiatan: FESTIVAL GIRISEBA

Waktu Kegiatan: 11-12 September 2018

Lokasi Kegiatan: Bukit Alang-alang Sewu Anggrunggondok Kertek Wonosobo, Kali Krasak Selomerto Wonosobo, Gedung Sasana Adipura Kencana Wonosobo.

Jenis Kegiatan: Sedekah Gunung (pelepasan burung), Sedekah Sungai (pelepasan ikan), Pengajian Budaya, Pameran Tosan Aji, Konsultasi Spiritual, Pengobatan Gratis.

 

PENGANTAR KEGIATAN

 

Satu Muharam (tradisi masyarakat Jawa menyebutnya 1 Suro) adalah hari yang menjadi penanda waktu hijrahnya Kanjeng Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah. Bagi orang Jawa, Suro atau Muharam sama-sama disambut dengan pengkhidmatan. Bulan Suro bagi sebagian masyarakat Jawa menjadi bulan yang utama karena ada kepercayaan pada bulan itu merupakan saat kedatangan Aji Saka ke tanah Jawa dan membebaskan masyarakat Jawa dari cengkeraman makhluk-makhluk raksasa, selain itu bulan ini juga dipercayai sebagai bulan kelahiran huruf Jawa.

 

Terlepas dari pendapat yang menyatakan bahwa dengan melaksanakan ritual peringatan tahun baru Hijriah akan mendatangkan keberkahan dan kebaikan, Lembaga Kebudayaan Masyarakat (LEKAT) Wonosobo lebih khusus ingin mengawali kegiatan budaya sebagai sebuah tradisi yang memiliki nilai-nilai pendidikan yang dapat dipahami oleh masyarakat secara umum dalam hal pelestarian nilai sejarah, nilai gotong royong, serta pelestarian kearifan lokal.

 

Kegiatan ini disebut Giriseba (Pisowanan Gunung) bukan bermakna kita menghadap (sowan) kepada gunung, namun kegiatan syukuran masyarakat gunung kepada Tuhan Yang Maha Memiliki dan Menguasai Semesta yang telah melimpahkan banyak anugerahnya melalui keramahan alam sekitar.

 

Dalam Sedekah Gunung LEKAT akan mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga dan merawat keseimbangan alam dengan melepaskan burung-burung kembali ke alam. Ini adalah pengembangan sikap kasih sayang kepada sesama mahluk hidup. Kita memberikan kehidupan baru dari mahluk yang terkurung menjadi mahluk yang merdeka.

 

Untuk Sedekah Sungai pun kita akan lakukan terbuka kepada siapapun yang berkenan melaksanakannya bersama. Sungai adalah sumber kemakmuran, dan sejauh ini entah sudah berapa banyak kita merasakan keberkahan sungai-sungai yang ada di sekeliling kita. Yang menjaga pokok tanaman tetap hijau, yang memberikan karunia dengan ikan yang berlimpah. Kita akan melakukan penghormatan budaya sebagai satu proses take and give kita kepada alam.

 

Maka demikianlah pengantar ini dibuat. Tidak untuk kampanye, semata ajakan bersama guna menjaga harmoni, adanya keselarasan dan keseimbangan hidup antara manusia dan lingkungan dimana kita bersama bisa saling hidup.

 

Salam Giriseba.

 

Contact person untuk peserta kegiatan: 0812 278 5470 (Rohman), 0812 275 2743 (Haiku), 0821 3687 9916 (Dulsalam).

Saya Sedang Flu, dan Belum Ganti Celana

gusblero - endi kathoke

Sedianya saya hanya sedang ingin makan pagi dengan soto yang panas mbulak-mbulak untuk mengatasi gejala flu karena pengaruh perubahan cuaca (politik? 😀 ) nasional. Kata orang Jepang, yen awake anata san soyo ciret amarga infuruenza mangano sik panas akeh-akeho haik.

 

Harusnya soto sapi yang pasti tidak pakai borax dan formalin itu enak dan menghangatkan, tetapi sugesti itu mendadak buyar karena kedatangan dua teman yang tiba-tiba nyerocos soal pilpres 2019.

 

Sejatinya fren, bro, dab, dul, ndes, saya itu malas ngobrolin kepentingan kekuasaan. Mau ganti presiden mau ganti menteri hampir pasti kalau toh kemudian ikut ngguyubi olih-olihe yo mung ganti kaos salin klambi. Seakan-akan politik di negeri ini urusannya hanya perkara apa warna kaos dan baju untuk mengantar seseorang ditampuk kekuasaan.

 

Ngertio to ndes, dul, dab, bro, fren, aku wis suwe ura ganti celana.

 

Warna baju dan kaos, menurut kaidah Kejawen, secara rumus hakikatnya lebih untuk menambah angker penampilan. Sarengate nggo mbedakke antaraning manungsa karo tekek (mbuh larange sepiroho) tetep ura klambenan opo kaosan.

 

Akan tetapi kalau harus ngomong makrifate pakaian ya kudune ngomongke bab celana. Itu yang lebih inti berurusan dengan kemaluan. Reporter bagus nganggo dasinan, reporter ayu nganggo klambi yutonan yen ura nganggo celana yo beritane dadi mambu.

 

Mambu. Weruh ura artine mambu? Ura sedep, ura ilok, ura mung mbubarke isi berita malah nambah butheking pikiran.

 

Wis to rasah kedawan ngomongke pulitik. Fatsun jargon tagline mbelgedes. Amanahe pemimpin pokoke kudu ngerti bab makrifat hakikat antarane pemimpin lan sik dipimpin. Kang sak banjure pemahaman iku iso gawe rujukan dasar piye to sarengate seorang pemimpin kudu lakoni.

 

Aku isih flu, lan wis suwe ura ganti celana. Kudu njelaske opo maneh? Haikk!!

 

Gusblero, 13/8/2018

Masih Goblok Bareng (Uluk Salam FLG XVII)

gusblero - lima gunung

 

Bayangkan seseorang sedang mencercap secangkir kopi pahit, rasanya ya tentu saja pahit. Nah lalu apa pendapat Anda jika kemudian ada seseorang bilang ‘yen kowe meneng yo ura pahit’. Atau bayangkan seseorang sedang menggigit sebiji cabe, rasanya pedas tentu saja. Lalu apa pendapat Anda jika seseorang tiba-tiba nyeletuk ‘yen kowe mingkem mesti ura pedes’.

 

Pedes, ya pedas. Kalimat pedas nampaknya masih menjadi pilihan rasa tema Festival Lima Gunung yang menginjak usia tujuh belas ini. Alih-alih bikin tema berbungah-bungah penuh warna jambun dengan pita judul romantis “sweet seventeen” atawa sebangsanya, parabangsa lima gunung ini justru memilih kalimat pendek “masih goblok bareng”.

 

Akan tetapi kalau kemudian Anda menebak fenomena ini sebagai gambaran goblok akut, wabah epidemik warisan tema Festival Lima Gunung ke XVI Mari Goblok Bareng yang kebablasen, Anda bisa kecele.

 

Orang-orang gunung barangkali benar wujudnya cuma orang yang sederhana. Dalam artian cara berfikirnya. Tetapi bukannya mereka orang yang tidak tahu. Justru karena peka situasi itulah mereka memilih tema adat yang terkesan ‘nggambleh’ begitu.

 

Jaman sekarang saat banyak orang bikin beragam pencitraan, proposal apus-apusan, akrobat statistik, dan lain sebagainya. Mereka memilih dunia kesahajaannya sendiri. Tinimbang dianggep pinter banjur keblinger, aluwung dikira goblok nanging ura tombok. Dititik ini goblok dan pinter nilainya menjadi relatif. Toh di alam demokrasi suara mereka sama. Mau goblok mau pinter nilainya sama: satu suara.

 

Nah kalau Anda pinter, sekarang Anda bisa menghitung berapa jumlah suara orang goblok selima gunung ini. Bisa dua kursi DPR RI didapat. Akan tetapi walau halnya mereka goblok, Anda tak akan bisa semena-mena ‘minteri’ atau mengakali mereka. Segoblok-gobloknya mereka, orang-orang ini sangat sadar dan tahu betul, amplopan yang isinya entah 200 atau 300 ribu rupiah per-KTP itu tak akan membuat kampung mereka maju.

 

Saran saya, kalau Anda hendak cari solusi Pilkades, Pileg, Pilkada, Pilpres atau apalah namanya. Dekati mereka, dan jangan sekali-kali pernah bilang Anda hendak cari suara. Katakan dengan sejelas-jelasnya, saya hendak mencari saudara. Jelasnya, karena nilai persaudaraan tidak akan pernah bisa dihitung!

 

Gusblero, 5 Agustus 2018