KEMERDEKAAN MAIYAH, KEMERDEKAAN CINTA

kasyaf jilid 5

Kemerdekaan Maiyah adalah kemerdekaan cinta, kemerdekaan untuk memilih bukan saja apa yang benar namun juga apa yang paling tidak memberatkan engkau lakukan dalam hidupmu.

 

Siapa bilang ngaji itu salah, siapa mengatakan mendengarkan ceramah itu tidak ada gunanya. Tetapi kalau hal itu engkau lakukan saat keluargamu sakaratul jau’an sedang menderita kelaparan yang sangat, kompor habis, dan besok anak batal masuk sekolah karena tidak mampu membayar iuran, maka bersiaplah menerima laknatullah untuk sorga yang engkau impi-impikan sendiri.

 

Kami cinta perdamaian, tapi kami lebih mencintai kemerdekaan, begitulah Jenderal Soedirman mengatakan. Hari ini kita begitu getolnya berbicara tentang HAM, mulut berbusa hingga ludah muncrat kesana-kemari, tapi sering luput mencermati lingkungan sosial kita sendiri. Dengan baju intelektualitas kita sering merasa menjadi dewa, orang paling penting untuk menegakkan peradaban dunia yang gersang spiritual, namun engkau tidak adil dan engkau menjadi orang dzalim yang paling dzalim karena mendzalimi dirinya sendiri.

 

Engkau lupa menghitung berapa pintu kemiskinan engkau lewati dan kau biarkan saja menganga menuju tempatmu kini berdiri. Engkau takluk pada kedudukan yang tak kasat mata, dan engkau menjadi buta karenanya.

 

Kita cinta damai, tapi lebih cinta kemerdekaan. Kemerdekaan adalah hak asasi manusia. Kedamaian lebih mungkin tercipta dalam situasi semua bangsa menghargai hak kemerdekaan bangsa lain. Jadi, kemerdekaan adalah prasyarat untuk terciptanya perdamaian. Penjajahan disingkirkan, perdamaian diciptakan.

 

Tujuh puluh satu tahun sesudah negara Indonesia diproklamirkan, apakah sekarang kita sudah benar-benar merdeka? Merdeka, tapi bingung. Negara yang sudah terbebaskan dari penjajahan bangsa lain ini ternyata masih bingung mengatur kemerdekaannya untuk mensejahterakan bangsanya sendiri. Ditengah persoalan biaya sekolah yang melambung, pengangguran membubung, usaha perekonomian menggantung, negara masih terjerat persoalan politik anak-anaknya yang tak kunjung dewasa.

 

Negara belum merdeka. Karena bagaimana mungkin di sebuah negara yang sudah merdeka masih berkeliaran orang-orang yang tidak memperbolehkan warga lainnya untuk hidup dan memilih cara hidup laiknya orang yang merdeka. Kemerdekaan harus menjadi pintunya orang yang beribadah kepada Allah sebagai ungkapan rasa syukur. Motivasi untuk melakukan tindakan baik bukan karena tekanan rasa takut atau karena adanya imbalan. Dan semua ini hanya bisa termanifestasikan melalui cinta, sebentuk praktek kekuatan manusia yang hanya dapat dipentaskan dalam kebebasan dan kemerdekaan.

 

Desa mawa cara, negara mawa tata, desa memiliki kearifan, negara memiliki aturan. Berapa kali lagi negara harus mendapatkan pelajaran bahwa arogansi suatu kaum dengan faham-faham yang destruktif sungguh membuat sebuah bangsa akan terpecah belah. Berapa banyak kekacauan dunia harus dihidangkan di meja hingga kita tahu nikmatnya persaudaran senasib sepenanggungan mangan ora mangan sik penting ngumpul. Inna ma’iya Rabbii sayahdiini, sesungguhnya Tuhanku besertaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.

 

Ngumpul, maiyahan, artinya bukan sak amben dadi siji gubetan sarung, tetapi kalau pun satu di Papua, satu Nusa Tenggara, satu di Aceh Raya, semuanya berpikiran satu, saling mengabarkan, saling menyabarkan, saling menguatkan, bahwa apapun yang kita alami ini ora ndeweki. Hingga dari situlah rasa keadilan menjadi muara.

 

Hakikat kemerdekaan dan kebebasan (al-hurriyah) adalah kemerdekaan dan kebebasan spiritual. Banyak orang yang secara fisik bebas merdeka tetapi ruhaninya terbelenggu dan menjadi budak hawa nafsu. Sebaliknya banyak orang menjadi budak secara fisik tetapi secara ruhani ia adalah seorang yang berjiwa bebas merdeka, karena ia terbebaskan dari perbudakan hasrat-hasrat rendah.

 

Orang boleh bekerja pada tuannya yang Cina, Arab, Bule, Kristen, Hindu, Budha, Khong Hu Cu, dan lain-lainnya. Tetapi sepanjang secara profesional ia hanya bekerja, dan ia mendapatkan toleransi untuk melakukan hak-hak privasinya secara spiritual, maka ia adalah orang yang merdeka. Sebaliknya walau pun engkau berkoar-koar tentang moral tetapi sebab ambeganmu mung dibayar, itu berarti dirimu masih dijajah kepentingan.

 

Seorang yang terbelenggu kebebasannya hanya akan bertindak menuruti kontrak kepentingan, dan walau hatinya menolak ia tetap takkan mampu mengekspresikan rasa cintanya. Kemerdekaan dan kebebasan merupakan prasyarat utama untuk terwujudnya cinta sejati. Cinta yang terbelenggu dan terkungkung ikatan-ikatan dan batasan-batasan tertentu bukanlah cinta yang sesungguhnya. Cinta harus terpancarkan dan terbebaskan dari keterpendaman. Dititik ini kanjeng Imam Ali r.a. menyampaikan, “Janganlah engkau menjadi budak bagi orang lain, karena sungguh Allah telah menjadikanmu dalam keadaan merdeka.”

 

Orang-orang miskin yang termarginalkan, orang-orang yang tinggal di gang-gang yang sumpek dan berbau apek, anak-anak yang butuh sekolah, para gelandangan, tukang tambal ban, tukang sapu, intelektual fakir, dan orang-orang yang mengakali kartu jaminan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang semestinya, semuanya adalah saudara kita. Dan jika untuk bertindak menyantuni mereka engkau masih memerlukan ijin resmi, berarti engkau belumlah menjadi manusia yang merdeka sepenuhnya.

 

Wonosobo, 29 Juli 2016

Gusblero Free

 

Catatan : tulisan ini sebagai pengantar penyelenggaraan jilid lima KAFILAH SYAFA’AT Lingkar Maiyah Wonosobo, Rabu Pahing 10 Agustus 2016, Pukul 19.30 WIB – selesai, di Pendopo Wakil Bupati Wonosobo.

SERAYU….SIRR RAHAYU!

serayu
Mendedah apa makna Serayu sejatinya adalah mengkaji filosofi kehidupan itu sendiri. Sungai-sungai diciptakan sebagai urat nadi peradaban, sama seperti sungai-sungai lainnya di belahan bumi ini, Serayu juga diciptakan menjadi urat nadi bagi kelangsungan hidup masyarakat yang dilewatinya. Dan tak jauh beda dengan fungsi urat nadi dalam tubuh kita, kalau sampai terputus ya matilah kita. Mati yang tidak hanya koma, namun juga matinya kehidupan secara universal.

Hulu mata air Serayu yang berpangkal di tanah tinggi Dieng barangkali benar hanyalah setitik cikal dari sebuah daerah aliran sungai yang kemudian terus membesar dan membesar melewati lembah Sitieng, Siwatu, Prigi, dan seterusnya. Namun sebuah sungai, fungsinya tidak hanya mengalirkan air untuk mencukupi kebutuhan masyarakat agraris yang berdiam di sekitarnya, ia adalah juga bejana alam untuk menampung limpahan hujan yang mengembung di wilayah perkotaan.

Sejarah mencatat, disekitar ABAD KEDELAPAN DI WILAYAH DI-HYANG (DIENG JAMAN DULU) TELAH TERBENTUK SEBUAH POLA KEBUDAYAAN YANG BERNAMA TANIMBALA. MAKNANYA MASYARAKAT YANG TELAH MENGGEMBALAKAN, MENG-ANGON, MENGOLAH MATA PENCAHARIANNYA DENGAN SISTEM BERTANI, BERCOCOK TANAM. Itu artinya sejak jaman dahulu masyarakat sekitar Serayu telah melek fungsi lahan sungai tidak hanya sebatas sebagai penampung resapan air, namun juga mengoptimalisasikannya guna hajat hidup yang lebih krusial.

Menjadi tidak masuk akal kalau kita yang ngakunya sudah modern dan lebih pintar ketimbang masyarakat jadul tersebut, justru hanya meletakkan posisi Serayu hanya sebatas sebagai penanda dalam sebuah peta geografis. Tambah keranjingan lagi kalau kita juga menempatkan Serayu sebagai lumbung ikan tak bertuan hingga sesiapa boleh dan enak saja main setrum lalu memanen ikan secara semena-mena.

Serayu harus dijaga. Sama seperti fungsi urat nadi, sama seperti sungai-sungai lainnya, alam juga memiliki kehidupan. Banyu iku urip, kali iku urip, lemah iku urip, gunung iku urip. Dalam kitab juga dituliskan bagaimana gunung-gunung itu juga bertasbih memuji Sang Pencipta, demikian halnya juga dengan keberadaan sungai. Hingga tak salah kalau dalam kitab Tao, LAO-TSE MENULIS :”BARANGSIAPA MENABUR KEBAIKAN DI SUNGAI, MAKA SUNGAI AKAN MEMBALASNYA DENGAN KEBAIKAN PULA.”

Sungai yang terawat tidak hanya membuat ekosistem tetap terjaga, ia juga akan memberikan kemakmuran berupa banyak ikan yang bisa dinikmati oleh siapapun. Itulah perlunya, di beberapa wilayah banyak tokoh adat mengajak dan mengajarkan para penduduk sekitar sungai untuk melakukan prosesi tabur benih. Intinya kearifan lokal tidak lalu mengajak kita untuk tabur syukur pada sanghyang penunggu sungai, namun lebih dari itu, semuanya mengajarkan agar kita tidak larut dalam kesenangan hidup dan menjadi tamak. Mengeksploatasi alam tanpa pernah mau merawatnya.

SERAYU, KONON BERASAL DARI KATA SIRR DAN RAHAYU. SIRR MAKNANYA JANTUNG, HATI, ATAU KEHENDAK, RAHAYU BERMAKNA KASAMPURNANING URIP, KESEMPURNAAN HIDUP, SENTOSA. SIRR-RAHAYU ATAU SERAYU BERARTI KEHENDAK HATI ATAU PRALAMBANG MENUJU KESEMPURNAAN HIDUP.

Serayu juga bernyawa, tapi ini tidak ada hubungannya dengan banyaknya nyawa yang hilang di bantaran kali lalu dianggap sebagai Serayu minta tumbal. Tetua-tetua jaman dulu memang menempatkan alam pada posisi yang keramat, namun tujuan sebenarnya agar kita mau menghargai kelangsungan alam. ‘Mbah kyai dan nyai Serayu’ itu yang memberi petak-petak sawah dan tegalan kecukupan minum. Airnya yang bersih juga bisa menyediakan fungsi MCK secara umum. Aromanya yang mistis juga bisa menjadi transmedia buat mereka yang kepingin ngalap berkah jadi orang sukses dengan mandi kungkum di sepanjang hilirnya. Itu sebabnya aturan tak tertulis daerah aliran Serayu melarang main-main pacaran di sepanjang sungainya, apalagi hohohihe sama yang bukan muhrimnya.

Begitulah Serayu, kearifan hayati yang mengalir sampai jauh. Mengaliri wilayah Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas sampai laut selatan. Ia tidak hanya menjadi memorabilia bagi siapapun yang pernah mensinggahinya, ia adalah juga masa depan bagi kelangsungan kehidupan alam semesta adanya. SEBUAH SUNGAI YANG BERARTI URAT NADI, YANG BERAWAL DARI PEGUNUNGAN YANG BERMAKNA KESEIMBANGAN, DI ANTARA TLATAH BANYAK CANDI YANG MENJADI SPIRIT YANG MENGHUBUNGKAN ANTARA MAHLUK DAN SANG MAHA PENCIPTA JAGAT RAYA.

Wonosobo, 11 Oktober 2013

Gusblero Free

APAKAH SEMUT BERPUASA?

kasyaf jilid 4
Pertanyaan yang saya ajukan ini bukannya tanpa dasar. Mungkin teman-teman sempat memperhatikan, beberapa waktu lalu betapa semut rasanya ada di mana-mana, bahkan yang namanya sambel garing aja disemuti. Nasi takir disemuti, sayur sop disemuti, apalagi jajan pasar, wuaaahh.

Awal-awal Ramadhan saya masih menyempat-nyempatkan segala macam sisa makanan saya masukkan di kulkas. Tempe kemul, pisang goreng, sambel urap, semuanya masuk di kulkas. Takut disemuti. Hingga suatu ketika saya lupa menjalankan ritual itu, dan sudah sedikit panik takutnya bekal buat berbuka jadi berantakan gegara semut menyerbu. Tetapi yang saya dapati tak terduga. Ikan salem siap saji di meja yang bahkan lupa saya tutupi tersebut benar-benar steril dari jarahan semut.

Tidak berhenti di situ, saya coba menyelidik. Sekumpulan semut saya dapati berkumpul di dekat toples, tapi aneh mereka kok tidak menjarah makanan-makanan yang tersaji di meja seperti selama ini mereka lakukan?

Ramadhan 1437 H segera berakhir. Dan sesungguhnyalah ini pengalaman nyata, minimal yang terjadi dan saya amati di rumah sayaa. Semut ternyata tidak pernah menyentuh makanan yang ada di meja sepanjang hari-hari puasa, baru ketika malam tiba beberepa dari mereka terlihat bergerak menggerayangi meja.

Penasaran dengan kejadian ini lalu saya mencoba mencari tahu via mbah google. Dan sedikit dari pencerahan yang saya terima mengisahkan apa yang dialami Khalifah Dinasti Abbasiyah, al-Qadir Billah.

Khalifah tersebut memiliki kebiasan memberi makan atau menyediakan roti untuk dimakan semut setiap harinya. Namun entah mengapa pada suatu hari roti-roti yang ia berikan masih utuh. Ia pun lantas menanyakan kejadian aneh itu kepada para penasehatnya.

Mereka menjawab, alasan semut tidak menyantap roti tersebut lantaran hari itu adalah 10 Muharram. Kisah yang sama juga pernah dicermati oleh seorang alim, Fath bin Syukhruf. ”Roti yang tiap hari aku berikan kepada semut, tidak mereka makan ketika 10 Muharram,” katanya. Tegasnya, semut pun bahkan ikut berpuasa ketika jatuh tanggal 10 Muharram.

Subhanallah, ternyata semut pun berpuasa. Dan demi Allah apa yang saya tulis ini berdasarkan pengalaman nyata. Keheranan saya memang sedikit terjawab, meski masih ada pertanyaan tersisa : ini bulan Ramadhan, apakah di bulan ini semut pun juga ikut berpuasa?

Kalau sunatullahnya iya, maka alangkah ruginya manusia yang tidak mengetahui keistimewaan Ramadhan hingga meninggalkannya dengan tidak berpuasa.

 

la ilaha illa anta Subhanaka inni kuntu minazzhilimin

 

Wonosobo, 4 Juli 2016

Gusblero Free

Catatan : tulisan ini sebagai pengantar penyelenggaraan jilid empat KAFILAH SYAFA’AT Lingkar Maiyah Wonosobo, Minggu Legi 10 Juli 2016, Pukul 20.00 WIB – selesai, di Warung Esem (Suara Merdeka) Jl. Veteran 31 Sudagaran Wonosobo.

KETIKA ISTRI RASUL MENINGGAL DUNIA

bu nyai fatma
30 Juni 2016 lalu ketika ibu nyai Siti Fatimah, istri Gus Mus, meninggal dunia, maka itu juga menjadi kesedihan umat Islam Indonesia. Ribuan netizen dan ucapan bela sungkawa mendalam yang terus mengalir melalui medsos barangkali bisa sedikit memberikan gambaran, walau sudah pasti apa yang disebut kehilangan itu secara subyektif, sepenuhnya pasti tak tergantikan.

Gus Mus adalah tokoh bangsa. Meski belum pernah sekalipun saya bertemu dengannya, karya-karya dan segala sumbangsih yang sudah ia lakukan untuk Indonesia dan kemanusiaan secara umum menempatkan beliau sebagai salah satu idola saya.

Psikologi ini yang kemudian membuat saya juga ikut merasakan kehilangan ibu nyai Fatma Mustofa. Tak cukup al Fatihah, dengan semisal apapun kebaikan yang bisa dicatat sebagai kebaikan yang membuahkan pahala untuk saya, saya ingin menggunakan itu untuk mengamini apapun yang Gus Mus mohonkan untuk kebaikan almarhumah ibu nyai Fatma Mustofa saat ini.

 

Bi barokatin ummul kitab…..al Fatihah

 

Lalu tiba-tiba saya terbayang Rasulullah, bagaimana ketika kanjeng ibu saidatina Khadijah meninggal dunia?

 

Beliau, kanjeng ibu saidatina Khadijah, telah menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa suaminya al-Amin ash-Shiddiq yang mana beliau senantiasa membersamai Rasulullah dalam kondisi apapun, dalam ujian dan beragam musibah dengan kesabaran. Semakin bertambah berat ujian semakin bertambahlah kesabaran dan kekuatannya. Beliau adalah orang yang dengan tegar tetap berdiri di samping kanjeng nabi, tatkala beliau bersumpah dengan sumpah yang belum pernah dikenal orang sebelumnya : “Demi Allah! seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, maka sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa karenannya”.

 

Begitulah kanjeng ibu saidatina Khadijah telah mengambil suaminya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai contoh yang paling agung dan tanda yang paling nyata tentang keteguhan diatas iman.

 

Shollu ala Muhammad…

 

Diusia 65 tahun, tiga tahun sebelum hijrah, kanjeng ibu saidatina Khadijah meninggal. Itu adalah ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah, setelah sebelumnya paman Abu Thalib yang dikasihinya juga meninggal.

 

Didalam melalui saat-saat sakarat ditemani suami tercinta, Rasulullah SAW. Dalam keadaan kesakitan yang amat itu, dia mengungkapkan kata-kata yang menyebabkan Jibril juga teruja. Katanya, ”Wahai rasul utusan Allah, tiada lagi harta dan hal lainnya yang bersamaku untuk aku sumbangkan demi dakwah. Andai selepas kematianku, tulang-tulangku mampu ditukar dengan dinar dan dirham, maka gunakanlah tulang-tulangku demi kepentingan dakwah yang panjang ini”.

 

Rasulullah SAW berasa sayu mendengar semua itu. Jibril naik menghadap Allah, lalu menyampaikan, adakah Allah mendengar kata-kata saidatina Khadijah itu? Allah menjawab, bukan hanya kata-katanya saja, bahkan bisikannya juga. Kemudian Allah meminta Jibril menyampaikan salam buat saidatina Khadijah.
Jibril turun dan memberitahu Rasulullah SAW akan hal itu. Rasulullah SAW menyampaikan salam tersebut kepada isteri tercinta. Dalam sesetengah riwayat disampaikan tangan Saidatina Khadijah seakan bersilang di dada begitu gembiranya saat menyambut salam itu, hingga kanjeng ibu saidatina Khadijah melafazkan bacaan yang begitu masyhur hingga saat ini :

 

Allaahum ma antas salaam – waminkas salaam
Wa ilaika ya ‘uudus salaam
Fahayyina rabbanaa bis salaam
Wa adkhilnal jan nataka daaras salaam
Tabaa rakta rabbanaa wa ta ‘aalaita yaa dzal jalaali wal ikraam.

Ya Allah, Engkaulah kesejahteraan, dari Engkaulah asal kesejahteraan dan kepadaMu
pula kembali kesejahteraan, maka hidupkanlah aku dengan kesejahteraan dan
masukkanlah aku kedalam surga kampung kesejahteraan. Maha Mulia Engkau
Ya Allah Yang Maha Memiliki Kemegahan dan Kemuliaan.

 

Kita, tentu tidak bisa menyamakan kanjeng ibu saidatina Khadijah dengan ibu nyai Fatma Mustofa. Tetapi, sudah pasti bu nyai Fatma Mustofa adalah juga saidatina Khadijah bagi Gus Mus. Yang menemani Gus Mus selama ini, hingga apa pun yang dikenali Gus Mus sudah pasti juga dikenali ibu nyai, hingga apa pun yang dirasakan Gus Mus sudah pasti pula apa yang dirasakan ibu nyai.

 

Seribu ketawakalan barangkali akan bisa memberikan kekuatan. Walau sudah pasti tak akan pernah sama, utamanya bagi seseorang yang telah melihat firasat serupa ini. Semuanya berawal dari cinta, hingga seorang pecinta akan mengetahui apa yang sejatinya akan menimpa yang dicintai.

 

AKU MELIHATMU

 

aku melihatmu
tersenyum bersama embun pagi
aku melihatmu
bernyanyi bersama burung-burung
aku melihatmu
bergerak bersama mentari bersama angin dan mega-mega
aku melihatmu
terbang bersama sekumpulan burung gereja
aku melihatmu
berenang bersama ikan-ikan dan lumba-lumba

 

aku melihatmu
meratap bersama mereka yang kelaparan
aku melihatmu
merintih bersama mereka yang kehausan
aku melihatmu
mengaduh bersama mereka yang kesakitan

 

aku melihatmu
berdendang bersama ibu yang meninabobokkan anaknya
aku melihatmu
melangkah bersama hamba yang berjuang menggapai citanya

 

aku melihatmu dalam gelap
aku melihatmu dalam terang
aku melihatmu dalam ramai
aku melihatmu dalam senyap

 

aku melihatmu
kau melihatku.

 

Ramadan 1437

Gus Mus

 

“Innã liLl?hi wainnã ilaiHi rãji’ün…Telah wafat hari ini, Kamis 30 Juni 2016 jam 14:30 yang kami cintai Ibu *Fatmah Mustofa* di RSU Rembang. Mohon segala kesalahan almarhumah dimaafkan dan mohon doa semoga amal-amal baiknya diterima dan dosa-dosanya diampuni oleh Allah. Al-Fãtihah,” tulis Gus Mus.

 

Allah menyampaikan : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. Al-Baqarah: 155) (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (QS. Al-Baqarah: 156) Mereka itulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabbnya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 157)

 

Sekali lagi, dengan semisal apapun kebaikan yang bisa dicatat sebagai kebaikan yang membuahkan pahala untuk saya, saya ingin menggunakan itu untuk mengamini apapun yang Gus Mus mohonkan untuk kebaikan almarhumah ibu nyai Fatma Mustofa saat ini.

 

Bismillah….bi barokatin ummul kitab…..al Fatihah

 

Wonosobo, 1 Juli 2016