Pak Hamsad Rangkuti Sakit, Apakah Engkau Telah Menjenguknya?

Hamsad_rangkuti
Hamsad Rangkuti

Hamzad Rangkuti (Hasyim Rangkuti) adalah sastrawan besar Indonesia dengan beragam penghargaan atasnya. Ia adalah seorang yang bersungguh-sungguh. Salah satu dari segelintir orang yang terus merawat ranah sastra dan kebudayaan Indonesia hingga hari ini masih ada.

 

Suatu sore di Benhil Jakarta Pusat tahun 2004 saya bertemu dengannya di rumah lukis mbak Yuriah Tanzil. Walau sebentar, saat itu ia sempat mendadah saya soal jurnalisme. Dengan begitu saya menjadi paham, menulis hanya untuk menyenangkan orang itu tindakan yang salah. Harus ada nilai edukasi, atau penajaman nilai moral, atau kesalihan sosial. Atau lebih baik jualan kacang saja kalau hanya berpikir tentang kemauan pasar.

 

Ia orang yang asyik. Seorang sastrawan tulen yang tidak mudah kesurupan lalu berbicara ‘mbludak’ tentang sastra dan menganggap dirinya paling. Hahahaha, seseorang yang benar-benar asyik.

 

Sore itu menjadi awal saya bertemu dengannya, yang beberapa hari kemudian saya susul dengan menyatroni rumahnya di Depok. Jelang pukul lima saya mengantarnya sampai di pinggir jalan. Saya agak lupa, apakah waktu itu ia kemudian naik bajaj atau apa. Yang pasti saat itu usai hujan, dan bayangan pelangi sedikit nampak di langit Sudirman.

 

Tetapi pelangi, sama mungkin dengan pak Hamsad Rangkuti, seindah apapun ia akan terpinggirkan oleh persoalan-persoalan hidup yang lebih nyata. Itu juga yang kemudian mendasari sikap saya, bahwa perjuangan hidup tidak butuh metafora.

THE JUMPER (MelipatBumi)

The Jumper_Gusblero

Halaqoh pengajian Syeikh Nawawi Al Bantani gempar. Ditengah-tengah pengajian yang biasa digelar sang syeikh di Masjidil Haram tiba-tiba muncul seorang laki-laki berpakain adat jawa lengkap dengan  blangkon. Murid-murid Syeikh Nawawi dari berbagai penjuru negara Islam kaget setengah mati karena laki-laki itu tahu-tahu sudah berada di tengah-tengah halaqoh tanpa ada yang mengetahui sama sekali.

Setelah pengajian rampung, sang syekh mendekati laki-laki tadi. Sang syeikh bertanya kepadanya: “Kamu siapa dan darimana?”

“Saya Abdullah, Kanjeng Syeikh, asal saya dari Jawa.”

“Kok kamu tiba-tiba bisa berada di tengah pengajian?”

“Begini Kanjeng Syeikh, saya pernah berguru kepada panjenengan beberapa bulan yang lalu. Akan tetapi karena suatu hal saya harus pulang ke Jawa. Hal itu membuat keinginan saya untuk terus belajar kepada sang Syeikh harus saya lupakan. Pada saat -saat terahir saya mau pulang ke Jawa saya sowan kepada panjenengan untuk meminta amalan yang kalau diamalkan akan dapat membawa saya ke Mekah tanpa mengeluarkan biaya, maklum saya berasal dari keluarga petani biasa. Dan panjenengan mengabulkannya.”

“Setiap kali saya kepengin ngaji dan kangen kepada panjenengan saya baca do’a yang diajarkan panjenengan. Pesan panjenengan waktu itu yang penting saya yakin insya Allah saya dapat ke Mekah. Dan nyatanya saya sudah tiga kali ini sampai ke Mekah. Akan tetapi tadi ada satu lafal yang tidak kebaca jadi saya muncul di tempat keramaian.”

Syeikh Nawawi berkata: “Maksud sampean do’a lempit bumi (thoyyul ardhi)? Seingatku, aku belum pernah mengajarkan kepada siapapun. Coba bagaimana ijazah yang ku berikan kepadamu?”

“Ini do’a yang dulu panjenengan Ijazahkan kepada saya: “ya kayuku ya kayumu laa ilaaha illa anta.”

Lhoh lhoh lhoh…..kok ya kayuku ya kayumu? Bukan ya kayuku ya kayumu, tapi yang benar Ya Hayyyu Ya Qoyuumu laa ilaaha illa anta.”

Setelah menerima penjelasan dari Syeikh Nawawi, Abdullah bergegas mencari tempat yang sepi untuk kembali ke Jawa. Tapi apa yang terjadi? Setelah beberapa kali ia melafalkan do’a yang baru saja dibenarkan dari gurunya ia tetap berada di tempat semula. Ia bingung. Mengapa setelah diajari do’a yang benar malah tidak bisa pulang ke Jawa? Selidik punya selidik ternyata ia kurang yakin atas do’a yang baru saja dibenarkan oleh sang guru. Dan singkat cerita akhirnya ia harus menetap di Mekah dan meninggal di sana.

Syeikh Abu al-Abbas r.a. menyampaikan: “Ada jenis keterlipatan (al thayy) kecil dan besar. Keterlipatan kecil dimiliki kalangan sufi umum, seperti melipat bumi dari timur ke barat dalam satu helaan nafas, sementara keterlipatan besar adalah terlipatnya sifat-sifat nafs.”

Meski pun Allah tidak memberimu kekuatan thoyyul ardh, tidak akan berkurang kedudukanmu di sisi-Nya sepanjang engkau menghamba kepada-Nya. Sebaliknya jika dirimu tidak dianugerahi kekuatan untuk melakukan kelipatan besar, maka engkau akan menjadi golongan yang terhukum.

Ada dua karamah yang sifatnya integral: karamah iman dengan bertambahnya keyakinan dan penyaksian secara langsung, dan karamah amal dengan mengikuti sunah serta menjauhi pengakuan semata. Jika seseorang mengaku telah mendapatkan keduanya namun masih menginginkan yang lain berarti pendusta.

Teori melipat bumi (thoyyul ardh) sendiri belakangan menemukan rujukannya pada sekalian pengujian tentang mekanika kuantum. Pemahaman orang tentang beragam kejadian ajib semisal bagaimana Asif bin Barkhiya memindahkan istana ratu Balqis dalam sekejap tidak lagi sebatas paradigma fiksi, namun sesuatu yang ilmiah.

Kalau jaman dulu orang berfikir bagaimana bisa memindahkan wujud orang dalam bentuk selembar foto misalnya lagi, perkembangan tehnologi berikutnya bisa memunculkan hakikat kejadian di satu titik untuk ditransfer secara penuh di tempat lain menggunakan pancaran gelombang cahaya yang kemudian kita sebut televisi, dan itu bukan ilusi.

Fenomena sebuah benda bisa menerobos batasan ruang dan otomatis juga memangkas waktu, barangkali bisa dijelaskan secara sederhana dalam gambar lipatan kertas seperti ini.

diagram_gusblero

Jika sebuah obyek harus menempuh jarak ruang dan waktu dari B menuju A, dengan teori melipat dimensi melalui gelombang cahaya, volume jarak dan waktu itu menjadi tidak ada. Artinya kemudian titik A berada dalam dunia paralel yang sejajar dengan titik B. Dalil-dalil ini membuktikan bahwa kejadian-kejadian dalam Al Qur’an yang secara logika tadinya dianggap tidak masuk akal menjadi tercerahkan. Apapun hasil riset ilmu pengetahuan yang kemudian didapatkan dan berhasil menguak serangkaian keajaiban-keajaiban itu justru membuktikan ke-Maha Pandai-an Allah SWT, ke-Maha Sempurna-an Allah SWT dalam mengatur seluruh hidup dan sistem kehidupan di seluruh alam semesta.

 

(Nukilan Buku KAFILAH SYAFA’AT Gusblero Free)

ASHABUL SATPOL

Yang-Paling-Ditunggu-Pas-Bulan-Puasa3+

Apakah saya akan marah kepada anjing yang mengganggu anak-anak kita yang sedang pasaran? Tentu saja tidak. Kelakukan anjing ya begitu, bilang saja pada pemiliknya kok anjingmu begitu. Justru keliru kalau kita berharap anjing bisa toleran laiknya manusia pada umumnya. Kecuali mungkin anjingnya Ashabul Kahfi.

Akan tetapi yang demikian juga tidak mudah. Hari ini kita ada di suatu masa, dimana perintah atasan tak ubahnya wahyu yang tidak bisa ditolak. Bahwa kemudian ada orang-orang baik dengan nalar yang mencukupi untuk melakukan tindakan arif, tentu juga satu hal yang patut untuk kita syukuri.

Ini bulan puasa. Dan sangat imposible rasanya kalau sebagai muslim kita tidak memahami repotnya orang mengejar setoran. Anda tidak bisa langsung mengharamkan orang yang menjual nasi pecel di tengah perempatan disiang bolong misalnya. Banyak orang memiliki kecemasan bahkan sudah sampai level sembilan. Disisi lain banyak orang kehilangan kepekaan terhadap apa yang sedang dialami tetangga di lingkungannya sendiri.

Keinginan untuk mencari uang agar bisa menjalani silaturahmi saat lebaran nanti adalah juga keniscayaan euforia yang tak bisa dipungkiri. Belum lagi ongkos pendidikan anak yang sudah antri, juga mendandani mereka dengan pakaian cukup pantas agar tetap percaya diri dalam pergaulan yang kekinian.

Anda, kita semua, mungkin bukan jenis-jenis orang yang setipikal mereka yang termasuk dalam Ashabul Kahfi. Tetapi nalar bersih kita, sepanjang kita mau menggunakan, tentu tak akan tega melakukan tindakan asal-asalan yang semena-mena diri.

Bayangkan jika mereka itu anakmu, temanmu, sahabatmu, ibumu, bapakmu, atau saudara-saudaramu sendiri. Untuk apa kita mengunggulkan sikap saling menyayangi, salaing menghargai, saling memaafkan. Kalau untuk itu semua kita masih memilah kepada siapa kita hendak bertoleransi.

Hari ini saya berpuasa, dan tidak ada urusannya dengan teman-teman lain baik yang beragama Islam atau bukan yang tidak menjalankan puasa. Bahkan apakah Anda mau berpesta gila di depan saya silahkan, saya tetap akan berpuasa. Urusan makan atau makanan itu perkara seupil, derajat puasa lebih tinggi. Tidak punya uang kepingin yang enggak-enggak malah lebih bisa membuat puasa saya batal. Lebih dari itu, saya adalah orang pertama yang harus Anda hadapai jika keinginan mencari nafkah secara baik agar hidup tidak menjadi nista itu dihalang-halangi.

PUASA & SEPAK BOLA

kasyaf jilid 3

Puasa Ramadhan 2016 kali ini adalah ‘puasa ndilalah’ yang memunculkan puji syukur wal hamdulillah untuk golongan anti sektarian seperti mang Syarif. Faktor ‘ndilalah’nya adalah awal puasa bisa dijalani bareng-bareng, sehingga tidak perlulah ada warga muslim saling lirik-lirikan lagi ‘o kae Muhammadiyah, o kae NU’ dan lain sebagainya.

Puasa Ramadhan kali ini, bisa jadi juga merupakan waktu puasa paling enak untuk masyarakat borju sekelas Farhan. Paling enak diakali, paling enak dilakoni. Pasalnya puasa kali ini nyaris berbarengan dengan waktu dilangsungkannya kejuaraan sepak bola Piala Eropa yang akan berlangsung mulai tanggal 10 Juni hingga 10 Juli di Perancis.

Enak. Cukup puasa ‘yo puoso nggo ngajen-ngajeni’ diawal Ramadhan, terus beli tiket pesawat ke Perancis, lalu absahlah dia untuk boleh meninggalkan puasa disebabkan statusnya sebagai musafir. Hahahahaha, sudrun. Benarkah demikian? Coba kita sandingkan dengan argumentasi berikut ini.

Robin Van Persie. Siapa yang tidak mengenali pemain yang satu ini. Pemain mualaf dari Belanda ini adalah sosok pemain yang luar biasa dan patut dibanggakan oleh umat Muslim. Banyak beredar isu yang menyebutkan bahwa meskipun ia menikahi seorang Muslimah, ia tidak masuk Islam.

Saat dia diwawancarai oleh media Inggris, ia berkata, “Itu tidak benar. Saya bukan seorang Muslim, bukan pula seorang Kristen, dan bukan juga seorang Yahudi. Jika Anda ingin menjadi seorang Muslim, itu harus datang dari hati,” dilansir laman robinvanpersienews.blogspot.

Oleh karena itu, mungkin sampai saat ini dirinya belum siap untuk sepenuhnya masuk Islam. Ia tak ingin masuk Islam hanya karena menikahi seorang Muslimah. Meski begitu, banyak orang yang menilai perkataan itu hanyalah sekadar menutup-nutupi bahwa dirinya sebenarnya memang mualaf.

Berikutnya, Frederic Kanoute. Jika banyak pemain yang memilih untuk tidak berpuasa saat Ramadhan, tidak begitu dengan Freddie Kanoute. Pemain yang lama membela klub La Liga, Sevilla, itu mengaku sebisa mungkin menjalankan kewajibannya tersebut.

“Saya coba menghormati kepercayaanku dan mengikutinya sebaik mungkin. Secara personal, kepercayaan saya membuat badan dan permainan saya sehat. Saya tahu kalau berpuasa menambah kekuatan dan tidak melemahkan seorang Muslim,” ujar Kanoute yang dikutip oleh BBC beberapa waktu lalu.

Ia juga mengungkapkan banyak pesepakbola tidak mau ditanya soal kewajibannya menjalankan ibadah puasa karena merasa itu adalah kepercayaan antara dirinya dengan Sang Pencipta.

Senada dengan Robin Van Persie dan Frederic konoute, pemain bola Kolo Toure juga menyatakan, akan tetap berpuasa meski harus bertanding saat Ramadhan. Baginya, puasa bisa tetap dijalankan meski harus bermain bola dalam kompetisi yang ketat.
“Dengan puasa Anda membersihkan tubuh Anda juga dan Anda merasa lebih kuat setelah Ramadhan. Saya pikir itu menakjubkan, bagaimana Ramadhan dapat membuat Anda benar-benar kuat,” ujar pemain timnas Pantai Gading itu.
Dalam kesempatan yang lain, striker Demba Ba yang selalu merayakan golnya dengan cara bersujud di lapangan mengatakan, “Agamaku adalah hal terpenting dalam hidup ini. Ya, Islam jauh lebih penting dari sepak bola,” tutur sang pemain kepada BBC.

Puasa dan sepak bola, dalam terminologi spartan yang menganut gaya hidup yang menuntut untuk selalu aktif dan sehat barangkali benar nyaris susah untuk disatukan. Namun fakta, bahwa beberapa pemain sepak bola bisa memperlihatkan tindakan hebat walau dalam kondisi berpuasa jelas juga menunjukkan, bahwa esensi spartan itu adalah sifat gagah-berani, tangguh, tak kenal menyerah, disiplin ketat, yakin dan percaya diri.

Ini tentu saja menjadi sebuah anomali besar, jika di sebuah negeri dengan pemeluk muslim terbesar sedunia, alih-alih untuk ngotot bagaimana caranya agar tetap bisa melangsungkan peribadatan, orang justru mencari alibi untuk mencari-cari dan mengakali ibadah dengan cara mudah.

Baru juga pergi dari Jogja ke Jakarta, itu juga pake naik pesawat, ‘isih dalam negeri tur yo mung pirang wektu’, lha kok gampang saja memaklumatkan diri sebagai musafir. Lhah klo sudah begini, kapan juga kita bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri?

Wonosobo, 6 Juni 2016

Gusblero Free

Catatan : tulisan ini sebagai pengantar penyelenggaraan jilid tiga KAFILAH SYAFA’AT Lingkar Maiyah Wonosobo, Jumat Legi 10 Juni 2016, Pukul 20.00 WIB – selesai, di Warung Esem (Suara Merdeka) Jl. Veteran 31 Sudagaran Wonosobo.