Surah Maryam 1 – 1

gusblero_sirrul asrar

ALLAH LEBIH TAHU perkara keindahan yang sebenarnya. ALLAHU A’LAMU BIMURADIHI, Allahlah yang lebih tahu apa maksudnya. Betapa begitu indahnya Ia mengulang kisah saat Kanjeng Nabi Zakaria memohon kepada-Nya. Dengan berbisik sangat lembut, yang menggambarkan bahkan tak satu pun Malaikat nyaris bisa memahami isyaratnya.

 

Bagaimana seorang Rasul yang telah renta, hendak mengemukakan suatu permohonan yang bagi orang lain mungkin dianggap lucu. Yaitu memohon keturunan dalam usia yang menurut setengah riwayat waktu itu telah mencapai 90 tahun. Dengan kondisi Isya binti Faqudza, istrinya, dikatakan telah mandul pula.

 

WA LAM AKUM BIDUÁIKA RABBI SYAQIYYA. Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku.

 

Kalimat-kalimat Kanjeng Nabi Zakaria yang pasrah dan merintih itu, jika didengar seluruh alam semesta, pasti akan bisa meluluh lantakkan gunung dan benua dalam keharuan munajat yang disampaikannya.  Core of the core, puncaknya roja’ dan khauf.

 

FAHAB LI MIN LADUNKA, maka berilah aku dari sisi-Mu.

 

Kalimat-kalimatnya runtut dan takdzim. Jika bukan karena Kehendak Allah, tujuh samudera sekalipun rasa-rasanya tak akan pernah sampai untuk menuliskan kalimat-kalimat ini.

 

Kalimat-kalimat yang kemudian diabadikan oleh Allah sendiri dalam Al Qurán. Tentang kepasrahan seorang Nabiyullah yang memohon dengan harap-harap cemas disebabkan mengetahui bahwa Allah sendiri adalah pewaris yang lebih baik dari segala pewaris.

 

Subhanallah. Istajib lana Ya Allah. Istajib lana Amin Yaa Mujiibus Sailin. Maha Suci Engkau Ya Allah yang telah mengabulkan permohonan hamba-Mu yang terpilih.

 

  1. kaf hā yā ‘aīn ṣad, Kaf Ha Ya ‘Ain Shad

 

  1. żikru raḥmati rabbika ‘abdahu zakariyyā, Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhanmu kepada hamba-Nya, Zakaria

 

  1. iż nādā rabbahu nida`an khafiyyā, (yaitu) ketika dia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut

 

  1. qāla rabbi innī wahanal-‘aẓmu minnī wasyta’alar-ra`su syaibaw wa lam akum bidu’a`ika rabbi syaqiyyā, Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, sungguh tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku

 

  1. wa innī khiftul-mawāliya miw wara`ī wa kānatimra`atī ‘āqiran fa hab lī mil ladungka waliyyā, Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu

 

  1. yariṡunī wa yariṡu min āli ya’quba waj’al-hu rabbi raḍiyyā, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”

 

  1. yā zakariyya innā nubasysyiruka bigulāminismuhu yaḥyā lam naj’al lahu ming qablu samiyyā, (Allah berfirman), “Wahai Zakaria! Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki namanya Yahya, yang Kami belum pernah memberikan nama seperti itu sebelumnya.”

 

  1. qāla rabbi annā yakunu lī gulāmuw wa kānatimra`atī ‘āqiraw wa qad balagtu minal-kibari ‘itiyyā, Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?”

 

  1. qāla każālik, qāla rabbuka huwa ‘alayya hayyinuw wa qad khalaqtuka ming qablu wa lam taku syai`ā, (Allah) berfirman, “Demikianlah.” Tuhanmu berfirman, “Hal itu mudah bagi-Ku; sungguh, engkau telah Aku ciptakan sebelum itu, padahal (pada waktu itu) engkau belum berwujud sama sekali.”

 

  1. qāla rabbij’al lī āyah, qāla āyatuka allā tukalliman-nāsa ṡalāṡa layālin sawiyyā, Dia (Zakaria) berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku suatu tanda.” (Allah) berfirman, “Tandamu ialah engkau tidak dapat bercakap-cakap dengan manusia selama tiga malam, padahal engkau sehat.”

 

  1. fa kharaja ‘alā qaumihī minal-miḥrābi fa auḥa ilaihim an sabbiḥu bukrataw wa ‘asyiyyā, Maka dia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu dia memberi isyarat kepada mereka; bertasbihlah kamu pada waktu pagi dan petang

 

 

Wonosobo, 2 Nopember 2019

PAHING PON WAGE KLIWON LEGI TERUSLAH WAHING

Tuhan sedang mengambil satu penyakit dan menggantinya dengan penyakit yang lain. Menurut saya itulah fenomena yang tengah terjadi dalam beberapa bulan ini. Seseorang

menyampaikan kepada saya awal-awal mulai mewabah Corona, kata simbah-simbah dahulu, orang yang tidak pernah wahing dalam empat puluh hari itu memberi tanda orang yang sudah dekat-dekat dengan kematian.

Saat itu kami berdua tertawa. Tidak untuk mentertawakan apapun, hanya gojekan biasa acapkali berjumpa.

Bulan demi bulan berganti, dan musim pancaroba datang lagi. Dari kemarau ke penghujan, dari situasi gersang kemudian wabah air melanda hinggu siklus badai taufan. Banyak hilang jiwa karena bencana, juga penyakit tanpa gejala. Sore sakit sore mati, pagi sakit pagi mati.

Semua luput memperhatikan, kecuali Corona. Padahal musim peralihan biasanya membawa dampak banyak flu pada siapa saja. Namun hampir pasti dalam beberapa bulan ini kita jarang mendengar ada orang terserang flu, atau wahing sebagai pengiring gejalanya. Atau bisa jadi ketakutan akan Corona membuat orang takut flu, lalu rencana periksa kesehatan menumbuhkan trauma takut-takut kena klaim Covid 19 Corona.

Sekitar setengah bulan lalu saya bertemu sahabat kiai muda yang juga sering dimintai tolong soal pengobatan. Kata dia, dalam beberapa bulan terakhir tak kurang dari tiga ratus orang telah datang meminta pertolongannya. Keluhan sebagian besarnya sama, hilangnya indra perasa.

Cerita yang nyambung. Tetapi kali ini kami berdua tidak ada yang tertawa.

Pagi hari saat saya dan istri pulang dari sawah dan mendengar ibu mertua wahing saya baru tertawa.  Ketika ibu mertua bertanya kenapa tertawa, saya menjawabnya Pahing Pon Wage Kliwon teruslah wahing, dan semoga Allah memberi kita usia yang panjang untuk bisa terus mengurus sawah ladang dan seluruh keluarga kita. Aamiin.

Pada segala peristiwa yang kami tiada mengetahui hakikatnya, sungguh kami memohon perlindungan kepada-Mu Yaa Allah. Lindungilah kami dan sesungguhnyalah kami bersandar pada belas kasih-Mu.

Gusblero, 29 November 2020

NB: Abah Guru Sekumpul mewasiatkan, dawamkan pagi dan sore sekurang-kurangnya baca LAA ILAAHA ILLALLAH 3X (mata tertutup, pikiran tenang, khusu’) lalu ditutup dengan MUHAMMADAR RASULULLAH 1X (sambil membuka mata).

RASA MANIS DALAM BUTIRAN GULA

Waktu dulu kecil, tak jauh dari rumah kami tinggal Mbah Semar. Saya sering kesana, karena di sana banyak jajan. Walau begitu tak mudah untuk sekadar mendapatkan jajanan itu, sebab sebelumnya saya harus menjawab dulu pertanyaan sebagai test kecil-kecilan lah.

Suatu ketika saya minta minum teh. Diseduhkanlah teh dalam cangkir jadul dengan air hangat. Saya masih ingat betul Mbah Semar lalu mengambilkan gula pasir. Tidak menggunakan sendok, namun dijumputnya dengan jari, lalu dimasukkannya dalam cangkir. Barangkali ada tiga atau paling banter lima butir sepengamatan saya. Lalu diaduknya.

“Sudah ini diminum. Cari gulanya biar kamu bisa merasakan manisnya,”katanya sambil tersenyum.

Saya melongo. Disuruh mencari adukan gula yang cuma berapa butir dalam cangkir raksasa untuk ukuran saya waktu itu.

“Kalau kamu bisa mendapatkan gulanya, pasti akan bisa kamu rasakan manisnya walau airnya segentong,”lanjutnya sambil memamerkan moho (sejenis kue basah pasaran).

Mau nggak mau sayapun kemudian belajar minum air yang ukuran umum pasti nggak bisa untuk dibilang manis. Tetapi dari sini saya belajar mengabaikan rasa tawar untuk menemukan titik manis dari unsur yang telah bercampur begitu rupa.

Hingga kini. Saat saya bisa memahami manisnya rasa walau hanya sebutir gula dalam wadah apapun yang terhidang di depan mata.

Gusblero, 28 November 2020

Maka Bertasbihlah Wahai Pemimpin

gusblero_laa illaha illa Anta

 

Sudah mendekati satu bulan semenjak kita dicemaskan mewabahnya virus Covid-19 atau yang lebih dikenal dengan virus Corona. Ada 55 pasien meninggal dan 30 sembuh dari total 686 kasus yang ada di Indonesia. Sementara itu, jumlah kasus virus corona di seluruh dunia telah menyerang hingga 168 negara dan mencapai 417.582 kasus dengan 107.247 pasien sembuh dan 18.612 meninggal dunia (25/3/20).

 

Beragam cara telah dilakukan untuk menghadapi musuh yang tak kasat mata ini. Sebuah perang yang tak mungkin dimenangkan. Karena berperang melawan virus sama saja berperang dengan penyusup yang susah diidentifikasi. Tahu-tahu korban tumbang, dan selebihnya kita juga tak pernah tahu seberapa jauh sang virus sebenarnya telah menginvasi.

 

Juga tak pernah ada pahlawan dalam perang ini. Tak akan pernah ada pahlawan. Paramedis yang telah berjibaku sepanjang hari hingga di raut wajahnya tercetak bekas pemakaian masker itu. Apakah ia pahlawan? Tidak juga. Kita tidak pernah menganggapnya begitu.

 

Para tentara yang mati di medan perang, para polisi yang mati di jalan, paramedis yang mati ketika menangani urusan kemanusiaan. Kita menyebutnya resiko dari sebuah pekerjaan. Naifnya kita. Di sisi lain kita meminta extra time atas bertambahnya pekerjaan sebagai lemburan, dan untuk sesuatu yang sifatnya urgen kita meminta alokasi anggaran khusus.

 

Hari ini kita melihat berapa banyak paramedis terus berjuang setengah mati, hingga beberapa diantaranya bahkan telah mati. Dan apa yang tengah kita lakukan? Nothing.

 

Kita bersembunyi di dalam rumah, menggerutu karena terhalang yang kita mau. Dalam kegentingan kita menciptakan drama. Hidup saya terus bagaimana, sampai kapan harus menunggu waktu, dan sebagainya dan lain-lainnya. Alangkah dhalim-nya kita semua.

 

Ada batas-batas kemampuan seorang manusia. Bahkan bagi manusia sekelas seorang Nabi sekalipun. Ada banyak riwayat mengisahkan itu. Ada banyak pelajaran bisa dipetik. Ada banyak tuntunan kemudian bisa kita lakukan bersama-sama. Seperti misalnya kisah yang terjadi pada Kanjeng Nabi Yunus AS.

 

Dan jika Allah menimpakan marabahaya kepadamu, maka tidak ada yang bisa mengangkatnya kecuali Dia. Dan jika Allah menginginkan kebaikan kepadamu maka tidak ada yang bisa menolak karuniaNya. Allah memberikan kebaikan kepada siapa yang Dia kehendaki dari para hambaNya dan Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 107)

 

Berapa banyak terjadi wabah, epidemi, dan bencana lainnya di dunia ini, kemudian Allah menyelamatkan hamba-hamba-Nya dari kesemua ujian-ujian itu. Disebabkan semua juga terjadi atas izin-Nya, barangkali Allah juga tengah menguji bagaimana selanjutnya kita akan bersikap.

 

Maka bertasbihlah wahai para pemimpin. Maka bertasbihlah negeri yang konon menjadi pemeluk Islam terbesar di dunia ini. Allahumma laa ilaha illa Anta Subhanaka inni kuntu minadh dhalimin, Yaa Allah tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang dhalim.

 

Jika setiap muslim Indonesia mengucapkan tasbih itu 100x misalnya, dilipatkan 200 juta muslim Indonesia saja misalnya. Apakah Engkau tak hendak berkenan mendengarkan ratapan itu Yaa Allah? Hanya Engkaulah Yang Maha Terpuji dan dan sesungguhnya hanya kepada-Mu pulalah akan kembali segala pujian itu.

 

Wonosobo, 25 Maret 2020.

Menghitung Silsilah Peradaban

Dari Ibnu Abbas, dari (cerita) Rasulullah SAW (kepadanya), kemudian ia berkata: “Umur Adam adalah 1000 tahun”. Kemudian ia berkata: Antara Adam dengan Nuh adalah 1000 tahun, dan antara Nuh dengan Ibrahim adalah 1000 tahun, dan antara Ibrahim dengan Musa adalah 700 tahun, dan antara Musa dengan Isa adalah 1500 tahun, sedangkan antara Isa dengan Nabi kita adalah 600 tahun. [HR. Hakim]

silsilah peradaban