Sajak Chairil Anwar (Hasil Terjemahan)

chairil-anwar

Catastrophe

 

Hun vijver werd moeras,

Rust werd gevaar,

En nymphen zonken

Zwaar toen zij niet

Meer zwemmen konden.

 

Het bleekgroen riet

Week, door zwart poelgewas

Verstikt en overwoekerd,

Van de verwaasde oev’ren.

 

Toen enklen boven dreven,

Gezwollen als verworgden,

De heren los,

Doken die overleefden

Dieper in het bos.

 

Maar steeds naar de ramp getrokken

Zagen zij and’re doden

Die niet verdronken:

Zij die niet vloden

 

Liggend in ‘t slib, de voeten

Domplend in drabbig water,

Een prooi voor iedren sater,

Wiens bronst hen komt bezoeken.

 

Jakarta, 23 September 1945

 

* Satu-satunya sajak Chairil Anwar yang ditulis dalam bahasa Belanda

* Dari Seruan Nusa. Memperingati berdirinya I Tahun K.R.I.S. Oktober 1945-1946, Yogyakarta
chairil-anwar-10855

 

Huesca

 

Jiwa di dunia yang hilang jiwa

Jiwa sayang, kenangan padamu

Adalah derita di sisiku,

Bayangan yang bikin tinjauan beku.

 

Angin bangkit ketika senja,

Ngingatkan musim gugur akan tiba.

Aku cemas bisa kehilangan kau,

Aku cemas pada kecemasanku.

 

Di batu penghabisan ke Huesca,

Pagar penghabisan dari kebanggaan kita,

Kenanglah, sayang, dengan mesra

Kau kubayangkan di sisiku ada.

 

Dan jika untung malang menghamparkan

Aku dalam kuburan dangkal.

Ingatlah sebisamu segala yang baik

Dan cintaku yang kekal.

 

(diterjemahkan dari puisi John CornfordHuesca)

Chairil-Anwar-dan-Perempuan-di-Balik-Sejumlah-Puisinya-678x381

 

Jenak Berbenar

 

Yang kini entah di mana di dunia nangis,

tidak berpijakan di dunia nangis,

nangiskan aku

 

Yang kini entah di mana tertawa dalam malam,

tidak berpijakan tertawa dalam malam,

mentertawakan aku

 

Yang kini entah di mana di dunia berjalan,

tidak berpijakan di dunia berjalan,

datang padaku

 

Yang kini entah di mana di dunia mati

tidak berpijakan di dunia mati

pandang aku.

 

(diterjemahkan dari puisi R.M. RilkeErnste Stunde)

 

Chairil-Anwar-Muda

Mirliton

 

Kawan, jika usia kelak

meloncer kita sampai habis-habisan,

jika seluruh tubuh, pehong lagi bengkok,

hanya encok tinggal menentu kemudi,

menyerah : “Sampai sini sajalah”,

akan menyingkirkah kita bertambur bisu

mencari jalan belakang

kawan?

 

Ini tersurat juga bagi pengantin pilihan:

sekeras batu laun ‘kan terkikis,

dan ini karkas, barang sewaan,

meninggalkan kita, tidak lagi memaling –

Cukup! Berkeras sampai gerum penghabisan

kawan

 

(diterjemahkan dari puisi E. Du PerronMirliton)

 

Chairil-kaos

Musim Gugur

 

Tuhan : sampai waktu. Musim panas begitu megah

Lindungkan bayanganmu pada jarum hari

dan atas padang anginmu lepaslah.

 

Titahkan buahan penghabisan biar matang

beri padanya dua hari dari selatan lagi

Desakkan mereka ke kemurnian dan buru jadi

gula penghabisan dalam anggur yang garang.

 

Yang kini tidak berumah, tidakkan menegak tiang

Yang kini sendiri, ‘kan lama tinggal sendiri,

‘kan berjaga, membaca, menyurat panjang sekali,

dan akan pulang balik melalu gang

berjalan gelisah, jika daunan mengalun pergi.

 

(diterjemahkan dari puisi R.M. RilkeHerbsttag)

kepada-kawan-puisi-chairil

 

Datang Dara, Hilang Dara

 

“Dara, dara yang sendiri
Berani mengembara
Mencari di pantai senja,
Dara, ayo pulang saja, dara!”

 

“Tidak, aku tidak mau!
Biar angin malam menderu
Menyapu pasir, menyapu gelombang
Dan sejenak pula halus menyisir rambutku
Aku mengembara sampai menemu.”

 

“Dara, rambutku lepas terurai
Apa yang kaucari.
Di laut dingin di asing pantai
Dara, Pulang! Pulang!”

 

“Tidak, aku tidak mau!
Biar aku berlagu, laut dingin juga berlagu
Padaku sampai ke kalbu
Turut serta bintang-bintang, turut serta bayu,
Bernyanyi dara dengan kebebasan lagu.”

 

“Dara, dara, anak berani
Awan hitam mendung mau datang menutup
Nanti semua gelap, kau hilang jalan
Ayo pulang, pulang, pulang.”

 

“Heeyaa! Lihat aku menari di muka laut
Aku jadi elang sekarang, membelah-belah gelombang
Ketika senja pasang, ketika pantai hilang
Aku melenggang, ke kiri ke kanan
Ke kiri, ke kanan, aku melenggang.”

 

“Dengarkanlah, laut mau mengamuk
Ayo pulang! Pulang dara,
Lihat, gelombang membuas berkejaran
Ayo pulang! Ayo pulang.”

 

“Gelombang tidak mau menelan aku
Aku sendiri getaran yang jadikan gelombang,
Kedahsyatan air pasang, ketenangan air tenang
Atap kepalaku hilang di bawah busah & lumut.”

 

“Dara, di mana kau, dara
Mana, mana lagumu?
Mana, mana kekaburan ramping tubuhmu?
Mana, mana daraku berani?”

 

Malam kelam mencat hitam bintang-bintang
Tidak ada sinar, laut tidak ada cahaya
Di pantai, di senja tidak ada dara
Tidak ada dara, tidak ada, tidak –

 

(diterjemahkan dari puisi Hsu Chih-MoA Song of the Sea)

 

maxresdefault

Fragmen

 

Tiada lagi yang akan diperikan? Kuburlah semua ihwal,

Dudukkan diri beristirahat, tahanlah dada yang menyesak

Lihat ke luar, hitung-pisah warna yang bermain di jendela

Atau nikmatkan lagi lukisan-lukisan di dinding pemberian

teman-teman kita.

atau kita omongkan Ivy yang ditinggalkan suaminya,

jatuhnya pulau Ikinawa. Atau berdiam saja

Kita saksikan hari jadi cerah, jadi mendung,

Mega dikemudikan angin

– Tidak, tidak, tidak sama dengan angin ikutan kita …

Melupakan dan mengenang –

 

Kau asing, aku asing,

Dipertemukan oleh jalan yang tidak pernah bersilang

Kau menatap, aku menatap

Kebuntuan rahsia yang kita bawa masing-masing

Kau pernah melihat pantai, melihat laut, melihat gunung?

 

Lupa diri terlambung tinggi?

 

Dan juga

diangkat dari rumah sakit satu ke rumah sakit lain

mengungsi dari kota satu ke kota lain? Aku

sekarang jalan dengan 1 ½ rabu.

Dan

Pernah percaya pada kemutlakan soal …

Tapi adakah ini kata-kata untuk mengangkat tabir pertemuan

memperlekas datang siang? Adakah –

 

Mari cintaku

 

Demi Allah, kita jejakkan kaki di bumi pedat,

Bercerita tentang raja-raja yang mati dibunuh rakyat;

Papar-jemur kalbu, terangkan jalan darah kita

Hitung dengan teliti kekalahan, hitung dengan

teliti kemenangan. Aku sudah saksikan

Senja kekecewaan dan putus asa yang bikin tuhan juga turut tersedu

membekukan berpuluh nabi, hilang mimpi, dalam kuburnya.

Sekali kugenggam Waktu, Keluasan di tangan lain

Tapi kucampur baurkan hingga hilang tuju.

Aku bisa nikmatkan perempuan luar batasnya, cium

matanya, kucup rambutnya, isap dadanya jadi

gersang.

 

Kau cintaku

 

Melenggang diselubungi kabut dan caya, benda yang tidak menyata

Tukang tadah segala yang kurampas, kaki tangan tuhan –

Berceritalah cintaku bukakan tubuhmu di atas sofa ini

Mengapa kau selalu berangkat dari kelam ke kelam

dari kecemasan sampai ke istirahat-dalam-kecemasan;

cerita surya berhawa pahit. Kita bercerita begini –

 

Tapi sudah tiba waktu pergi, dan aku akan pergi

Dan apa yang kita pikirkan, lupakan, kenangkan, rahsiakan

Yang bukan-penyair tidak ambil bagian.

 

(diterjemahkan dari puisi Conrad AikenPreludes to Attitude)

 

tulisan-goenawan-mohamad-tentang-chairil-anwar1

Lagu Orang Usiran

 

Misalkan, kota ini punya penduduk sepuluh juta

Ada yang tinggal dalam gedung, ada yang tinggal dalam gua

Tapi tidak ada tempat buat kita, sayangku, tapi tidak ada tempat buat kita

 

Pernah kita punya negri, dan terkenang rayu

Lihat dalam peta,akan kau ketemu di situ

Sekarang kita tidak bisa ke situ, sayangku, sekarang kita tidak bisa ke situ

 

Di taman kuburan ada sebatang pohon berdiri

Tumbuh segar saban kali musim semi

Pasjalan lama tidak bisa tiru, sayangku, pasjalan lama tidak bisa tiru

 

Tuan Konsol hantam meja dan berkata:

“Kalau tidak punya pasjalan, kau resmi tidak ada.”

Tapi kita masih hidup saja, sayangku, tapi kita masih hidup saja.

 

Datang pada satu panitia, aku ditawarkan korsi

Dengan hormat aku diminta supaya datang setahun lagi

Tapi ke mana kita pergi ini hari, sayangku, ke mana kita pergi ini hari.

 

Tiba di satu rapat umum; pembicara berdiri dan kata:

“Jika mereka boleh masuk, mereka colong beras kita.”

Dia bicarakan kau dan aku, sayangku, dia bicarakan kau dan aku.

 

Kukira kudengar halilintar di langit membelah

Adalah Hitler di Eropah yang bilang: “Mereka mesti punah.”

Ah, kitalah yang dimaksudnya, sayangku, ah kitalah yang dimaksudnya.

 

Kulihat anjing kecil dalam baju panas terjaga

Kulihat pintu terbuka dan kucing masuk begitu saja

Tapi bukan Yahudi Jerman, sayangku, tapi bukan Yahudi Jerman.

 

Turun ke pelabuhan dan aku pergi berdiri ke tepi

Kelihatan ikan-ikan berenang merdeka sekali

Cuma sepuluh kaki dari aku, sayangku, cuma sepuluh kaki dari aku.

 

Jalan lalu hutan, terlihat burung-burung di pohon

Tidak punya ahli-politik bernyanyi ria mereka konon

Mereka bukanlah para manusia, sayangku, mereka bukanlah para manusia.

 

Kumimpi melihat gedung yang bertingkat seribu

Berjendela seribu dan berpintu seribu

Tidak ada satupun kita punya, sayangku, tidak ada satupun kita punya.

 

Berdiri di alun-alun besar ditimpa salju

Sepuluh ribu serdadu berbaris datang dan lalu

Mereka mencari kau dan aku, sayangku, mereka mencari kau dan aku.

 

(diterjemahkan dari puisi W.H. AudenSong XXVIII)

 

17932183_142610362941063_7823752000222265344_n

Biar Malam

 

Biar malam kini lalu,

cinta, tapi mimpi masih ganggu

yang bawa kita bersama sekamar

tinggi seperti gua dan sebisu

stasion akhir yang dingin

di malam itu banyak berjejer siur katil-katil

Kita terbaring dalam sebuah

yang paling jauh terpencil.

 

Bisikan kita tidak pacu waktu

kita berciuman, aku gembira

atas segala tingkahmu,

sungguhpun yang lain di sisiku

dengan mata berisi dendam

dan tangan lesu jatuh

melihat dari ranjang.

 

Apakah dosa, apakah salah

kecemasan berlimpah sesal

yang jadikan aku korban

kau lantas lakukan dengan tidak sangsi

apa yang tidak bakal aku setuju?

dengan lembut kau ceritakan

kau sudah terima orang lain

dan penuh sedih merasa

aku orang ketiga dan lantas jalan

 

(diterjemahkan dari puisi W.H. AudenSong IV. Terjemahan puisi ini tidak dijuduli oleh Chairil Anwar)

 

boeng-ajo-boeng

Hari Akhir Olanda di Jawa

oleh Sentot

 

Mau terus kau menginjaki kami

Hatimu menulang karna uang

Kau, tuli ‘kan tuntutan hak dan rasa

Menghasut kelembutan jadi kekerasan?

 

Maka kami bercontoh ke kerbo

Yang jemu diejek, lalu meruncing tanduk

Melambung penunggangnya bengis ke atas

Lantas kakinya kasar menghantam penyet.

 

Maka api perang membakar ladangmu

Gunung serta lembah menghawa dendam

Asap mengepul dari tiap kediamanmu

Angkasa bergetar pekikan bunuh.

 

Maka telinga kami ‘kan merasa nikmat

Mendengarkan raung-tukikan bini-binimu

Kami ‘kan bertepuk bergembira

Berjejer melihati mampusnya kekuasaanmu.

 

Maka anak-anakmu ‘kan kami sembelih

Anak-anak kami bergelimang di darah mereka

Supaya utang yang berabad lama

Begitu berlipat terbayar kembali.

 

Dan jika metari turun di barat

Samar agak di belakang uapan darah

Dia menerima erangan mati

Sebagai tanda pisah penghabisan dari Olanda.

 

Dan jika pelikat malam

Menyelimuti alam yang sedang berasap

Anjing utan mengais antara ungguk mayat

Merobek, menghisap, menggerutu …..

 

Maka putri-putrimu ‘kan kami larikan

Dan segala dara kami miliki

Kami beristirahat di dada putih mereka

Letih membunuh, letih berperang.

 

Dan jika segala penodaan ‘lah kami lakukan

Kami capek memeluk-cium

Kami sudah kenyang enek

Hati oleh dendam, tubuh oleh napsu,

 

Maka kami ‘kan ria berpesta

Seruan pertama : “Kita beruntung!”

Seruan kedua : “Pada Isa Kristus!”

Teguk penghabisan : “Pada Tuhan Olanda!”

 

Dan jika metari naik di timur

Berlutut tiap ‘rang Jawa depan Mohammad

Karna dibebaskan bangsa yang terlembut

Dari kongkongan anjing-anjing Kristen.

 

(Disalin-terjemahkan dari MultatuliMax Havelaar)

 

canwar1

 

P. P. C.

 

Tinggal, Clary. Tidak ‘ku mengucap selamat.

Nanti kelihatan tolol, juga biar datang dari hati

Sudah kau jual dirimu. Jangan lagi beruwet

Tentang apapun : manusia memang penghiba hati.

 

Rumahmu kecil dulu. Tuanmu datang membesarkan,

Hartanya tidak bakal putusnya, menurut cerita.

Kau terpandang sampai nafasnya penghabisan.

Kau berjiwa kecil. Nah! Inilah yang sebenarnya.

 

Badanmu menapsukan. Kau betina jelita.

Kau lahirkan anak manis buat tuanmu.

Kau tak bisa berlepas, tapi toh bersetia saja.

Kau disegani, tetap terjaga namamu.

 

Tinggal, Clary. Dengan aku kau tidak ‘kan bertemu

Kau ‘ku jauhi, sampai dalam mimpi.

Ah! Impian sebelum kita bertemu.

Kau tetap kau. Aku padamu menista saja.

 

(diterjemahkan dari puisi E. Du PerronP. P. C.)

 

Catetan TH. 1946 - Puisi Chairil Anwar

Somewhere

 

Mungkin sekarang kita berkawan dan

besok boleh jadi semua terlupa

baik kau padaku, persenan lebih dari semusti

bayu mengusap, selempap setawar sedingin

Aku toh ‘kan kembali seperti sebelum

mengenal kau, tapi jenak ini

‘ku mau percaya teras kecil ini

adalah Dunia, malahan batas Dunia.

 

Tumpukkanlah segalanya atas

bahwa aku kawanmu dan kau kawanku –

langit berwarna kelabu, bayangkanlah dia merah

seperti dulu lagi di Italia.

Kita bersatu tapi sama tahu dan sadar:

Suatu kata lebih ringan dari bulu merpati;

kataku “cinta”, tapi ‘ku kan lupa

pernah kau bilang : “Ah, cuma sekali mencinta?”

 

Jangan jadi pusing kerna nyaris-bercintaan ini

semua ‘kan lupa kalau apa yang terbedah,

sehabis perjuangan, sembuh atau terkatup lagi.

Aku toh menyebut “cinta”. Tidak kayak dulu-dulu

juga bukan yang sekali! Ini bukan terpaan.

Jaman masih bergedoncak segila bisa,

udara pucat dan bersedih terhampar:

‘ku mainkan kata yang dulu mengharu

dalam persahabatan padamu pengisi hampa.

 

(diterjemahkan dari puisi berbahasa Belanda E. Du PerronSomewhere)

 

431px-ChairilAnwarBust

Hari Tua

 

Tetaplah padaku juita, sebab api makin mati

Anjingku dan aku sudah tua, ketuaan bakal mengelana

Lelaki bernapsu teruna bikin mengkilang pencaran air terbang

sangat kaku akan bakal mencinta

untuk maju, terlalu beku bercinta

 

Kuambil buku dan dekatkan diri pada dian

Bolak balik lembaran kuning lama; dari menit ke menit

Jam berdetik kena kalbuku; sebuah kawat kering

Bergerak

Aku tidak kuasa layari lautanmu, aku tidak kuasa edari

Ladangmu, juga pegununganmu, juga lembahmu

Tidak bakal lagi, juga tidak pertarungan nun di sana

Di mana perwira muda kumpulkan lagi barisan yang pecah

Hanya tinggal tenang sedangkan pikiranku mengenangkan

Keindahan nyala/api  dari keindahan

 

(diterjemahkan Chairil, yang menurut H. B. Jassin, tidak jelas oleh penyair mana, tapi salinan sajak dari bahasa aslinya ada)

 

2aa37f324ba285fde71d47110afc2afb

Gerontion

 

Inilah aku, pak tua dalam bulan gersang

sedang dibaca oleh anak muda, ketika menanti hujan.

Aku tidak berada pada pagar hangat

Juga tidak terbenam hingga lutut dalam rawa garam,

mengayunkan pedang pandak.

Digigit lalar, berkelahi.

Rumahku adalah

 

(terjemahan sajak ini tidak selesai, baru 7 baris, dari sajak T.S. EliotGerontion)

 

6704081_20140522101412

Sonnet

 

Tidak apa yang diberi gampang saja. Undang-undang mesti kita cari

Gedong-gedong besar berdesak-desakan dalam metari

Dan di belakangnya terjalani jeriji

Jauh tersembunyi gubuk dan teratak keji

 

Tidak apapun bisa menentukan nasib kita;

hanya tubuh berpasti; si besar dan si kecil rata-rata

mencoba bertambah naik; deretan rumah sakit saja

memperingatkan bahwa kita semua berderajat sama.

 

Siapapun, juga polisi, tetap menyayangi anak-anak:

mereka ceritakan tentang masa sebelum para perwira

mengenal sepi serta kehabisan langkah

 

(tiga baris lagi belum diterjemahkan, dari sajak W.H. AudenSonnet, terjemahan ke bahasa belanda oleh Van der Plas, dalam buku I Hear America Singing, dari bahasa Belanda lah Chairil menerjemahkan)

 

Chairil_Anwar_cigarette

Song XI

 

Letakkan, cintaku, kepalamu yang terkantuk

Pada lenganku yang tidak setia

Bukankah jaman dan demam membakar

Keindahan yang dipercaya

dari masa kanak, di negeri mimpi –

kuburan saban kali tunjukkan

bahwa sang anak hidupnya pendek,

tapi biarlah sampai pagi

dalam pelukanku kau baring

sebagai insan hidup: usiamu terbatas

dan juga punya salah, tapi ah, bagiku

jelita yang sempurna.

 

Tubuh jiwa lepas kewajiban

jika mereka yang berkasihan

terhampar di lembah ajaib Venus

dalam deru, sudah mulai biasa saja;

maka dikirimkannyalah wajah impian

 

(6 baris dari kuplet ini dan 2 kuplet lagi belum diterjemahkan, Song XIW.H. Auden)

 

CA
(Dari kiri ke kanan) Mochtar Apin, Baharudin, Asrul Sani (merokok), Henk Ngantung, Chairil Anwar, 1948. Foto: Charles Breijer/Nederlands Fotomuseum

Tentang Chairil Anwar

Chairil Anwar lahir di Medan, 26 Juli 1922. Berpendidikan MULO (tidak tamat). Pernah menjadi redaktur “Gelanggang” (ruang kebudayaan Siasat, 1948-1949) dan redaktur Gema Suasana (1949). Kumpulan sajaknya, Deru Campur Debu (1949),Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir(bersama Rivai Apin dan Asrul Sani, 1950). Chairil Anwar dianggap pelopor angkatan 45. Ia meninggal di Jakarta, 28 april 1949. Hari kematiannya diperingati sebagai Hari Sastra di Indonesia. Dan hari lahirnya sebagai Hari Puisi Indonesia.

Puisi-Puisi Bung Karno

  1. Sejarahlah yang Akan Membersihkan Namaku
  2. Aku Melihat Indonesia
  3. Menggerakkan Tenaganya
  4. Kami Bukan Bangsa yang Pandir
  5. Putra Sang Fajar
  6. Berpedomanlah pada Cita-cita
  7. Sinar Itu Dekat
  8. Kemerdekaan Saya Bandingkan dengan Perkawinan
  9. Minum Seni dan Kultur
  10. Janganlah Menjadi Politikus Salon
  11. Cari Sendiri
  12. Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah
  13. Semangkuk Kecil Nasi Sehari
  14. Membangun Kebanggaan
  15. Sarinah-Sarinah
  16. Sudah Ber-Ibu Kembali
  17. Dikantongi oleh Tuhan
  18. Musnahlah Kekayaan-kekayaan Itu
  19. Undang-undang
  20. Dimakan Api Unggun
42be3ad32b77aa75dedbd5f3cb4436d3
digowes Pak..

1. SEJARAHLAH YANG AKAN MEMBERSIHKAN NAMAKU

Dengan setiap rambut di tubuhku

aku hanya memikirkan tanah airku

 

Dan tidak ada gunanya bagiku

melepaskan beban dari dalam hatiku

kepada setiap pemuda yang datang kemari

aku telah mengorbankan untuk tanah ini

 

Tidak menjadi soal bagiku

apakah orang mencapku kolaborator

Aku tidak perlu membuktikan kepadanya

atau kepada dunia, apa yang aku kerjakan

 

Halaman-halaman dari revolusi Indonesia

akan ditulis dengan darah Sukarno

Sejarahlah yang akan membersihkan namaku

 

(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 304)

388f4b4df2b8f183b377b9e78951a7f2
bilang saya lembur ya…

2. AKU MELIHAT INDONESIA

Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep

Aku mendengar Lautan Hindia bergelora

membanting di pantai Ngliyep itu

Aku mendengar lagu, sajak Indonesia

 

Jikalau aku melihat

sawah-sawah yang menguning-menghijau

Aku tidak melihat lagi

batang-batang padi yang menguning menghijau

Aku melihat Indonesia

 

Jikalau aku melihat gunung-gunung

Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu

Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet

dan gunung-gunung yang lain

Aku melihat Indonesia

 

Jikalau aku mendengarkan

Lagu-lagu yang merdu dari Batak

bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan

Aku mendengarkan Indonesia

 

Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran

bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan

Aku mendengar Indonesia

 

Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku

bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio

Aku mendengar Indonesia

 

Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut

menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi

bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut

Aku mendengarkan Indonesia

 

Jikalau aku menghirup udara ini

Aku tidak lagi menghirup udara

Aku menghirup Indonesia

 

Jikalau aku melihat wajah anak-anak

di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar

“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!”

Aku bukan lagi melihat mata manusia

Aku melihat Indonesia

 

(dari buku “Bung Karno dan Pemuda”, hlm. 68-107)

Cerita Antara Soekarno, Kruschev dan Pesawat
Cerita Antara Soekarno, Kruschev dan Pesawat

3. MENGGERAKKAN TENAGANYA

Diberi hak-hak atau tidak diberi hak

Diberi pegangan atau tidak diberi pegangan

Diberi penguat atau tidak diberi penguat

Tiap-tiap makhluk

Tiap-tiap umat

Tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak

Pasti akhirnya bangkit

Pasti akhirnya bangun

Pasti akhirnya menggerakkan tenaganya

Kalau ia sudah terlalu sekali merasakan

celakanya diri oleh suatu daya angkara murka!

Jangan lagi manusia

Jangan lagi bangsa

Walau cacing pun tentu berkeluget-keluget

kalau merasa sakit!

(dari buku “Indonesia Menggugat”, hlm. 62)

ec2eb70eb9dcd8ee015e8d723b2824e7
Poke wani piro..

4. KAMI BUKAN BANGSA YANG PANDIR

Ada sebabnya aku mengadakan perlawatan ini

aku ingin agar Indonesia dikenal orang

Aku ingin memperlihatkan kepada dunia

bagaimana rupa orang Indonesia

 

Aku ingin menyampaikan kepada dunia

bahwa kami bukan “Bangsa yang Pandir”

seperti orang Belanda berulang-ulang

mengatakan kepada kami

 

Bahwa kami bukan lagi

Inlander goblok hanya baik untuk diludahi”

seperti Belanda mengatakan kepada kami berkali-kali

 

Bahwa kami bukan lagi

penduduk kelas kambing yang berjalan

menyuruk-nyuruk dengan memakai sarung dan ikat kepala

merangkak-rangkak seperti yang dikehendaki

oleh majikan-majikan kolonial di masa silam

 

(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 8)

MarilynMonroe
Tau ga, kamu adalah bintang pilem yang paling dinantikan kehadirannya di Indonesia. Mendengar rayuan gombal si Bapak, Maryli Monroe langsung lemes dengkulnya. Padahal mana ada orang Indonesia nonton pilem waktu itu

 

5. PUTRA SANG FAJAR

Abad ini adalah suatu zaman di mana bangsa-bangsa baru

dan merdeka di benua Asia dan Afrika mulai berkembang

Berkembangnya negara-negara sosialis

yang meliputi seribu juta manusia

Abad ini pun dinamakan abad atom

dan abad ruang angkasa

 

Dan mereka yang dilahirkan dalam Abad Revolusi kemanusiaan ini

terpikat oleh suatu kewajiban untuk menjalankan

tugas-tugas kepahlawanan

 

Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam

Tanggal enam bulan enam. Adalah menjadi nasibku yang

paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini,

lambang kekembaran. Dan memang itulah sesungguhnya

Dua sifat yang berlawanan

 

Aku bisa lunak dan aku bisa cerewet

Aku bisa keras dan laksana baja

dan aku bisa lembut berirama

Pembawaanku adalah paduan dari pada

pikiran sehat dan getaran perasaan.

 

Aku seorang yang suka memaafkan,

akan tetapi aku pun seorang yang keras kepala

Aku menjebloskan musuh-musuh negara ke belakang jerajak besi

namun demikian aku tidak sampai hati

membiarkan burung terkurung di dalam sangkar

 

Aku menjatuhkan hukuman mati

namun aku tak pernah mengangkat tangan

untuk memukul mati seekor nyamuk

sebaliknya aku berbisik kepada binatang itu

“hayo, nyamuk, pergilah

jangan kau gigit aku”

.

Karena aku terdiri dari dua belahan

aku dapat memperlihatkan segala rupa

aku dapat mengerti segala pihak

aku memimpin semua orang

boleh jadi ini secara kebetulan bersamaan

boleh jadi juga pertanda lain.

Akan tetapi kedua belahan dari watakku itu

menjadikanku seorang yang merangkul semuanya.

.

Ibu telah memberikan pangestu kepadaku

ketika aku baru berumur beberapa tahun

Di pagi itu ia sudah bangun sebelum matahari terbit

dan duduk di dalam gelap di beranda muka kami yang kecil

tiada bergerak. Ia tidak berbuat apa-apa

ia tiada berkata apa-apa

hanya memandang arah ke timur

dan dengan sabar menantikan hari akan siang

.

Aku pun bangun dan mendekatinya

diulurkannya kedua belah tangannya

dan meraih badanku yang kecil ke dalam pelukannya

Sambil mendekapkan tubuhku ke dadanya

ia memelukku dengan tenang.

Kemudian dia berbicara dengan suara lunak

“Engkau sedang memandangi fajar, nak.

Ibu katakan kepadamu, kelak engkau akan menjadi

orang yang mulia, engkau akan menjadi

pemimpin dari rakyat kita.

Karena ibu melahirkanmu jam setengah enam pagi

di saat fajar mulai menyingsing

Kita orang jawa mempunyai satu kepercayaan

bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit

nasibnya telah ditakdirkan terlebih dahulu

Jangan lupakan itu

Jangan sekali-kali kau lupakan, nak bahwa

engkau ini putra dari Sang Fajar.”

.

Bersamaan dengan kelahiranku

menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru

dan menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru

Karena aku dilahirkan di tahun 1901

.

Bagi Bangsa Indonesia abad ke sembilan belas

merupakan zaman yang gelap

sedangkan zaman sekarang baginya adalah

zaman yang terang-benderang dalam menaiknya

pasang revolusi kemanusiaan

.

Masih ada pertanda lain ketika aku dilahirkan

Gunung Kelud, yang tidak jauh letaknya dari tempat kami, meletus

Orang yang percaya kepada tahyul meramalkan,

“Ini adalah penyambutan terhadap bayi Sukarno”

.

Sebaliknya orang Bali mempunyai kepercayaan lain

kalau Gunung Agung meletus ini berarti

bahwa rakyat telah melakukan maksiat

Jadi orang pun dapat mengatakan

bahwa Gunung Kelud sebenarnya tidak menyambut bayi Sukarno

Gunung Kelud malah menyatakan kemarahannya

karena anak yang jahat lahir ke muka bumi ini

Berlainan dengan pertanda-pertanda yang

mengiringi kelahiran itu

maka kelahiran itu sendiri sangatlah menyedihkan

.

Bapak tidak mampu memanggil dukun

untuk menolong anak yang akan lahir

Keadaan kami terlalu ketiadaan

Satu-satunya orang yang menghadapi itu

ialah seorang kawan dari keluarga kami

seorang kakek yang sudah terlalu amat tua

Dialah, dan tak ada orang lain selain orang tua itu

yang menyambutku menginjak dunia ini.

.

(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 24, 25, 26)

f1a8a89f4d2366ce6ea518cb97681913
Ingat…

6. BERPEDOMANLAH PADA CITA-CITA

Ya, kita hidup dalam dunia yang penuh ketakutan

kehidupan manusia sekarang digerogoti

dan dijadikan pahit-getir oleh rasa ketakutan

 

Ketakutan akan hari depan

ketakutan akan bom hidrogen

ketakutan akan ideologi-ideologi

 

Mungkin rasa takut itu

pada hakekatnya merupakan bahaya yang

lebih besar daripada bahaya itu sendiri

 

Sebab rasa takutlah yang

mendorong orang berbuat tolol

berbuat tanpa berpikir

berbuat hal yang membahayakan

 

Dalam permusyawaratan Tuan-tuan

saya minta, jangan kiranya Tuan-tuan

terpengaruh oleh ketakutan itu

.

Sebab ketakutan adalah zat asam

yang mencapkan perbuatan manusia

menjadi pola yang aneh-aneh

.

Berpedomanlah pada harapan

dan ketetapan hati

berpedomanlah pada cita-cita

berpedomanlah pada impian dan angan-angan

.

(dari pidato “Presiden Soekarno pada Pembukaan Konperensi Asia-Afrika” 18 April 1955)

Ho Chi Minh y Sukarno
Ho Chi Minh & Sukarno

7. SINAR ITU DEKAT

Jikalau kita insyaf

bahwa kekuatan hidup itu

letaknya tidak dalam menerima

tetapi dalam memberi

.

Jikalau kita semua insyaf

bahwa dalam percerai-beraian itu

letaknya benih perbudakan kita;

Jikalau kita semua insyaf

bahwa permusuhan itulah yang menjadi

asal kita punya “via dolorosa”

.

Jikalau kita insyaf

bahwa roch rakyat kita masih penuh

kekuatan untuk menjunjung diri

menuju Sinar yang satu

yang berada di tengah-tengah kegelapan gulita

yang mengelilingi kita ini

pastilah persatuan itu terjadi

dan pastilah Sinar itu tercapai juga

Sebab Sinar itu dekat

.

(dari buku “Di Bawah Bendera Revolusi I”, hlm. 23)

Indonesian president Soekarno with Emperor of Ethiopia Haile Selassie
Indonesian president Soekarno with Emperor of Ethiopia Haile Selassie

8. KEMERDEKAAN SAYA BANDINGKAN DENGAN PERKAWINAN

Kemerdekaan saya bandingkan dengan perkawinan

ada yang berani kawin, lekas berani kawin

ada yang takut kawin. Ada yang berkata:

Ah, saya belum berani kawin

tunggu dulu gaji F 500

Kalau saya sudah mempunyai rumah gedung

sudah ada permadani

sudah ada lampu listrik,

sudah mempunyai tempat tidur yang mentul-mentul,

sudah mempunyai sendok-garpu perak satu kaset,

sudah mempunyai ini dan itu,

bahkan sudah mempunyai kinder-uitzet

barulah saya berani kawin

.

Ada orang lain yang berkata:

Saya sudah berani kawin

kalau saya sudah mempunyai satu meja

kursi empat, “meja makan”

lantas satu zitje, lantas satu tempat tidur

.

Ada yang lebih berani dari itu

yaitu saudara-saudara Marhaen!

Kalau dia sudah mempunyai gubuk saja

dengan satu tikar

dengan satu periuk

dia kawin

Marhaen dengan satu tikar, satu gubuk: kawin

Lantas satu zitje, lantas satu tempat tidur: kawin

.

Sang nDara yang mempunyai rumah gedung

Electrische kookplaat, tempat tidur,

uang bertimbun-timbun kawin

Belum tentu mana yang lebih gelukkig

belum tentu mana yang lebih bahagia

Sang nDara dengan tempat tidurnya yang mentul-mentul

atau Sarinem dengan Samiun yang mempunyai

satu tikar satu periuk, saudara-saudara!

.

Tekad hatinya yang perlu

tekad hatinya Samiun kawin

dengan satu tiker dan satu periuk

dan hati Sang nDara yang baru berani kawin

kalau sudah mempunyai gerozilver satu kaset

plus kinderuitzet – buta 3 tahun lamanya

.

(dari buku “Lahirnya Pancasila”, 1 Juni 1945)

9. MINUM SENI DAN KULTUR

Kita bergerak karena kesengsaraan kita

Kita bergerak karena ingin hidup yang lebih layak dan sempurna

Kita bergerak tidak karena ideal saja

.

Kita bergerak karena ingin cukup makanan

Kita bergerak karena ingin cukup pakaian

ingin cukup tanah

ingin cukup perumahan

ingin cukup pendidikan

ingin cukup minum seni dan kultur

pendek kata kita bergerak karena ingin

perbaikan nasib di dalam segala bagian-bagian dan

cabang-cabangnya

.

Perbaikan nasib ini hanyalah bisa datang seratus persen

bilamana masyarakat sudah tidak ada kapitalisme dan imperialism

sebab stelsel inilah yang sebagai kemandegan tumbuh di atas tubuh

kita

hidup dan subur dari pada kita

hidup dan subur dari pada tenaga kita

rezeki kita, zat-zatnya masyarakat kita

.

Oleh karena itu

maka pergerakan kita

janganlah pergerakan yang kecil-kecilan

pergerakan kita haruslah pada hakekatnya

suatu pergerakan yang ingin

merobah sama sekali sifatnya masyarakat

.

Suatu pergerakan yang ingin

menjebol kesakitan-kesakitan masyarakat

sampai ke sulur-sulurnya dan akar-akarnya

suatu pergerakan yang sama sekali ingin

menggugurkan stelsel imperialisme dan kapitalisme

.

Pergerakan kita janganlah

hanya suatu pergerakan yang ingin rendahnya pajak

jangan hanya ingin tambahnya upah

janganlah hanya ingin perbaikan-perbaikan kecil

yang bisa tercapai sekarang

tetapi ia harus menuju kepada suatu transformasi yang

mengjungkir-balikkan sama sekali sifatnya masyarakat itu

dari sifat imperialisme dan kapitalisme menjadi

sifat yang sama rasa sama rata

.

Pergerakan kita harus suatu

pergerakan yang pada hakekatnya

menuju kepada suatu “Ommekeer” susunan sosial.

.

(dari buku “Di Bawah Bendera Revolusi I”, hlm. 280-281)

Mao 毛泽东罕见照片
Mao Zedong & Soekarno

10. JANGANLAH MENJADI POLITIKUS SALON

Janganlah menjadi politikus salon!

Lebih dari separo

politisi kita adalah politisi salon

yang mengenal Marhaen

hanya dari sebutan saja.

.

Apakah orang mengira dapat

menyelesaikan revolusi sekarang ini

meski tingkatannya

tingkatan nasional sekalipun

tidak dengan rakyat murba

.

Politikus yang demikian itu

sama dengan seorang jenderal

yang tak bertentara

Kalau ia memberi komando

dia seperti orang berteriak di padang pasir

.

Tetapi betapakah orang dapat menarik rakyat jelata

Jika tidak terjun di kalangan mereka

mendengarkan kehendak-kehendak mereka

menyadarkan mereka akan diri sendiri

membuat revolusi ini revolusi mereka?

.

(dari buku “Sarinah”, 1947 hal. 229-230)

Soeharto Soekarno
Soekarno & Soeharto

11. CARI SENDIRI

Het hoe

kita harus cari sendiri. Het hoe

bagaimana itu harus kita cari sendiri

sistem-sistem apa yang harus kita pakai

.

Tidak bisa saudara teorikan

apalagi dengan membuka,

hanya membuka saja textbook-textbook,

sampai saudara punya kepala botak

tidak akan saudara bisa menemukan het hoe itu

.

Tetapi kita harus cipta sendiri,

cari sendiri. This is revolution

Revolusi adalah mencari, saudara-saudara

tidak ada revolusi yang sudah ready for use

tidak, cari sendiri

.

Tidak ada satu revolusi

atau dua revolusi yang sama

.

Jangan kira revolusi Indonesia itu sama dengan revolusi Sovyet

Jangan kira revolusi Indonesia sama dengan revolusi Mesir

Jangan kira revolusi Indonesia sama dengan revolusi Kuba

Jangan kira revolusi Indonesia sama dengan revolusi RRC

Jangan kira revolusi Indonesia sama dengan revolusi Mexico

.

Revolusi adalah milik dan tugas kewajiban bangsa

dan kewajiban dari pada bangsa itu ialah mencari sendiri

Jangan menjiplak, oleh karena tidak bisa dijiplak

.

Kalau saya atau kita menjiplak revolusi Mexico

bubrah revolusi kita

Kalau saya atau kita menjiplak revolusi United Arab Republik

bubrah revolusi kita

Kalau saya atau kita menjiplak revolusi Yugoslavia

bubrah revolusi kita

Kalau saya atau kita menjiplak revolusi Polandia

bubrah revolusi kita

Kalau saya atau kita menjiplak revolusi Uni Sovyet

bubrah revolusi kita

Kalau saya atau kita menjiplak revolusi Amerika, 1776 dulu itu

bubrah revolusi kita

.

Tidak, kita harus mencari sendiri

.

(dari buku “Ilmu dan Perjuangan”, hlm. 21-22)

Soekarno & John Franklin Kennedy
JFK

12. JANGAN SEKALI-KALI MENINGGALKAN SEJARAH

Sekali lagi saya ulangi kalimat ini

membuang hasil-hasil positif dari masa yang lampau

hal itu tidak mungkin

sebab kemajuan yang kita miliki sekarang ini

adalah akumulasi dari pada hasil-hasil

perjuangan di masa yang lampau

.

Seorang pemimpin yaitu Abraham Lincoln berkata:

“One connot escape history”

orang tak dapat melepaskan diri dari sejarah

Saya pun berkata demikian!

Tetapi saya tambah. Bukan saja

“One connot escape history”

tetapi saya tambah: “Never leave history”

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah

.

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarahmu yang sudah!

Hai bangsaku, karena jika engkau meninggalkan yang sudah,

engkau akan berdiri di atas vacuum

engkau akan berdiri di atas kekosongan

lantas engkau menjadi bingung dan perjuanganmu

paling-paling hanya akan berupa amuk

amuk belaka

Amuk, seperti kera kejepit di dalam gelap!

.

(dari “Amanat Proklamasi, 17 Agustus 1963”, hlm. 210)

13. SEMANGKUK KECIL NASI SEHARI

Kita negara-negara berpolitik bebas di dunia

yang mengakui dan menerima kenyataan

adanya bangsa-bangsa yang baru bangkit

mempunyai kewajiban yang mengikat untuk

memperoleh pengertian dan rakyat-rakyat di negara lain

untuk mengatakan terus terang kepada mereka

bahwa mereka tidak dapat terus hidup

di atas berjuta-juta rakyat yang miskin

.

Masyarakat-masyarakatnya mereka mewah berlimpah

dibangun di atas keringat dan susah payah

dan air mata dari jutaan manusia

yang melalui malam senggang mereka tidak

dengan mata melekat pada pesawat televisi

tapi dalam kegelapan yang ditembus oleh nyala lilin

yang sehari-harinya bukan dirundung

oleh kepunyaan tetangga mereka

tetapi oleh keinginan untuk memberi kepada

anak-anak mereka semangkuk kecil nasi sehari

.

(dari “Pidato pada Konperensi Nonblok I, Beograd”)

soekarno mencubit hidung wartawan asing
Soekarno mencubit hidung wartawan asing

14. MEMBANGUN KEBANGGAAN

Manusia tidak hanya cukup untuk makan

.

Sungguhpun gang-gang di Jakarta penuh lumpur

dan jalanan masih kurang

namun aku telah membangun gedung-gedung bertingkat

sebuah jembatan berbentuk daun semanggi

jalan raya yang hebat yang dikenal dengan Jakarta Bypass

dan menamai jalan dengan nama-nama para pahlawan kami

Jalan Diponegoro, Jalan Thamrin, Jalan Cokroaminoto dan lain-lain

.

Banyak orang berhati katak

dengan mentalitas warung kopi

menghitung-hitung pengeluaran itu

dan menuduhkan menghamburkan harta rakyat

ini semua bukan untuk kejayaanku

semua ini dibangun demi kejayaan bangsa

supaya bangsaku dihargai oleh seluruh dunia

.

Tulang punggung tanah airku membeku

ketika mendengar pertandingan Asian Games 1963

akan diadakan di ibukotanya

.

Kami lalu mendirikan stadion dengan atap melingkar

yang tak ada duanya di dunia

Kota-kota lain mempunyai stadion yang lebih besar

tapi tak satu pun yang mempunyai

atap melingkar seperti kepunyaan kami

.

Yah, memberantas kelaparan memang penting

akan tetapi memberi makan jiwa yang

telah diinjak-injak dengan sesuatu

yang dapat membangkitkan kebanggan mereka

ini pun penting

.

(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 444)

Soekarno-Castro
Soekarno-Castro

15. SARINAH-SARINAH

Tetapi pikiran saya

terus melayang

melayang satu soal

soal wanita

.

Kemerdekaan!

Bilakah Sarinah-Sarinah mendapat kemeerdekaan

Tetapi, ya, kemerdekaan yang bagaimana?

.

Kemerdekaan seperti yang dikehendaki

oleh pergerakan feminismekah

yang hendak menyamaratakan

perempuan dalam segala hal dengan laki-laki

.

Kemerdekaan ala Karini?

Kemerdekaan ala Khalidah Hanum?

Kemerdekaan ala Kollontay?

.

Oleh karena soal perempuan

adalah soal masyarakat

maka soal perempuan

adalah sama tuanya dengan masyarakat

soal perempuan adalah

sama tuanya dengan kemanusiaan

atau lebih tegas:

soal laki-laki dan perempuan

adalah sama tuanya

dengan kemanusiaan

.

Sejak manusia hidup

di dalam gua-gua dan rimba-rimba

dan belum mengenal rumah

sejak “zaman Adam dan Hawa”

kemanusiaan itu pincang

terganggu oleh soal ini

.

Manusia zaman sekarang

mengenal “soal perempuan”

Manusia zaman purbakala

mengenal “soal laki-laki”

.

Sekarang kaum perempuan duduk di tingkatan bawah

di zaman purbakala kaum laki-laki duduk di tingkatan bawah

Sekarang kaum laki-laki berkuasa

di zaman purbakala kaum perempuanlah yang berkuasa

.

Kemanusiaan,

di atas lapangan soal laki-laki perempuan

selalu pincang

dan kemanusiaan akan terus pincang

selama saf yang satu menindas saf yang lain

.

Harmoni hanya dapat dicapai

kalau tidak ada saf satu di atas saf yang lain

tetapi dua “saf” itu sama derajat

– berjajar – yang satu di sebelah yang lain

yang satu memperkuat kedudukan yang lain

.

Tetapi masing-masing menurut kodratnya sendiri

sebab siapa melanggar kodrat alam ini

ia akhirnya niscaya digilas remuk redam

oleh alam itu sendiri

.

Alam benar adalah “sabar”

alam benar tampak diam

tetapi ia tak dapat diperkosa

ia tak mau diperkosa

ia tak mau ditundukkan

ia menurut kata Vivekananda adalah “berkepala batu”

.

(dari buku “Sarinah”, hlm. 19)

Keterangan:

Kollontay : seorang tokoh pergerakan wanita di Rusia, pada permulaan revolusi 1917

Vivekananda : seorang pejuang kemerdekaan India sebelum masa M.K. Gandhi

Sukarno & Jawaharlal Nehru.
Soekarno & Jawaharlal Nehru.

16. SUDAH BER-IBU KEMBALI

Sudah lama bunga Indonesia

tiada mengeluarkan harumnya

semenjak sekar yang

terkemudian sudah menjadi layu

.

Tetapi sekarang bunga Indonesia

sudah kembang kembali

kembang ditimpa cahaya bulan persatuan indonesia

dalam bulan yang terang-benderang ini

berbaurlah segandi segala bunga-bungaan yang harum

dan menarik hati yang tahu akan harganya bunga

sebagai hiasan alam yang

diturunkan Tuhan Illahi

.

Kembangnya bunga ini

ialah bangunnya bangsa Indonesia

menurut langkah yang terkemudian sekali

didahului oleh bangunnya laki-laki Indonesia

beserta pemudanya

.

Langkah yang terkemudian

tetapi jejak yang pertama sekali

dalam sejarah Indonesia

dan permulaan zaman baru

.

Sudah lama Indonesia kehilangan ibu

sudah lama Indonesia kehilangan puterinya

tetapi berkat disinari cahaya persatuan Indonesia

bertemulah anak piatu dengan ibu

yang disangka sudah hilang

berjabat tanganlah dengan puteri yang

dikatakan sudah berpulang

.

Pertemuan anak piatu dengan ibu kandung

ialah saat yang semulia-mulianya

dalam sejarah anak piatu

yang ber-ibu kembali

.

Saat ini tiada dapat dilupakan

sedih dan suka

pedih dan pilu bercampur-baur

karena kenang-kenangan yang sudah berlalu

Dan oleh karena nasib baru yang akan dimulai

.

Baru sekarang Persatuan Indonesia ada romantiknya

Apa gunanya gamelan dalam pendopo kalau tidak dibunyikan

terletak saja jadi pemandangan

kaum keluarga turun-temurun

.

Gamelan Indonesia berbunyi kembali

berbunyi dalam pendopo Indonesia

dan melagukan persatuan Indonesia

pada waktu bulan purnama raya

penuh dengan bau bunga

dan kembang yang harum

Indonesia piatu sudah ber-ibu kembali

.

(dari buku “Di Bawah Bendera Revolusi I”, hlm. 107)

(nb. Pada baris 9, ada kata “segandi” : saya tak tahu apa arti kata itu, saya mencoba mereka-reka apakah ada kesalahan cetak, tapi tak juga ketemu, mungkin “segar di”)

Sukarno & Richard Nixon
Soekarno & Richard Nixon

17. DIKANTONGI OLEH TUHAN

Tatkala ibumu masih perawan

bapak masih perjaka

Lantas kita menjawab

“Yah, kami waktu itu dikantongi Tuhan

Dikantongi oleh Tuhan.”

.

Maka pada satu saat Tuhan ini

ingin meng-gumelar-kan kita ke dunia

Bagaimana caranya

apa diambil kantong Tuhan

Kemudian … dijatuhkan dari langit?

Tidak!

Tuhan lantas menjodohkan

Seorang pria dan seorang wanita

Tuhan yang menjodohkan

.

Saya tempo hari berkata

jodoh itu adalah hak Tuhan

Mati hak Tuhan

Jodoh hak Tuhan

Lahir hak Tuhan

Tuhan menjodohkan seorang pria dan seorang wanita

.

Pria dan wanita ini kataku

jadikan dapur dari Tuhan

Dapur untuk meng-gumelar-kan kita di dunia

.

Nah, kita diprocotkan tidak di langit

tidak di laut

tetapi di procotkan di tanah air ini

Yang dari tanah air inilah kita, saudara-saudara

dapat makanan

yang dari tanah air inilah

kita dapat minuman

yang dari tanah air inilah

kita menghirup hawanya yang segar

.

Pendek kata

tanah airlah tempat kita

dari masih bayi merah itu

tumbuh menjadi manusia yang dewasa sekarang

karena itu maka lantas aku mengambil konklusi

hai, manusia, cintailah Tuhan

yang dulu mengantongi engkau

Cintailah ibu-bapakmu

dapur yang dibuat Tuhan

untuk meng-gumelar-kan engkau

Cintailah tanah air yang di tempat itu

engkau dapat minum, makan dan lain sebagainya

.

(dari buku “Ilmu dan Perjuangan”, hlm. 111)

Sukarno & Soviet Premier Nikita Khrushchev
Soekarno & Soviet Premier Nikita Khrushchev

18. MUSNAHLAH KEKAYAAN-KEKAYAAN ITU

Dengan perkataan lain

kaum modal partikelir mempunyai

kepentingan atas rendahnya tenaga produksi

dan rendahnya tingkat pergaulan hidup kami

.

imperialisme-modern

menghalang-halangi kemajuan

pergaulan hidup kami

.

imperialisme-modern

membikin rakyat bumiputra

menjadi bangsa yang terdiri

dari kaum buruh belaka

dan membikin Hindia menjadi

si buruh di dalam pergaulan bangsa-bangsa

.

Dan si buruh yang bagaimana

Tuan-tuan Hakim!

si buruh yang loonen-nya minimum loonen

si buruh yang wirtschaft-nya minimum wirschaft!

si buruh yang upahnya upah kokro

Hati-Nasional tentu berontak

atas kejahatan imperialisme-modern

yang demikian itu

.

Lagi pula

siapakah nanti yang bisa

mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan Indonesia

yang diambil oleh mijnberdrijven partikelir

yakni perusahaan-perusahaan tambang partikelir

sebagai timah, arang batu, minyak

Siapakah nanti yang bisa

mengembalikan lagi kekayaan-kekayaan tambang itu?

.

Musnah

musnahlah kekayaan-kekayaan itu

buat selama-lamanya bagi kami

Musnah

musnahlah buat selama-lamanya

bagi pergaulan hidup Indonesia

masuk ke dalam kantong beberapa pemegang andil belaka

.

(dari buku “Indonesia Menggugat”, hlm. 58)

Sukarno in Uzbekistan
in Uzbekhistan

19. UNDANG-UNDANG

Jiwa ular kambang dan jiwa inlander

itulah racun yang menghinggapi kita

di tahun-tahun yang terakhir ini

.

Jikalau ingin merdeka sejati-jatinya merdeka

milikilah jiwa yang merdeka

milikilah jiwa yang besar

.

Buktikanlah memiliki jiwa yang besar itu

jiwa merdeka itu

jiwa yang tak segan bekerja dan memberi

jiwa yang dinamis yang bisa

berdiri sendiri di atas kaki sendiri

bukan jiwa yang meminta, merintih

mengemis saja ke kanan dan ke kiri

sambil bermimpi dapat mencapai

derajat penghidupan yang makmur

dengan seboleh-bolehnya tidak bekerja sama sekali

.

Kita tidak hidup di alam impian

kita hidup di alam kenyataan

.

Kita tidak hidup di alam impian

Kita hidup di alam kenyataan

Kita tidak hidup di alam sorga

Kita hidup di alam dunia

.

Di dalam dunia itu

untuk semua makhluk besar-kecil

tiada undang-undang lain

melainkan undang-undang yang berbunyi:

.

“Jikalau mau hidup, harus makan

yang dimakan hasil kerja;

jika tidak bekerja, tidak makan;

jika tidak makan pasti mati!”

.

Inilah undang-undangnya dunia

Inilah undang-undangnya hidup

Mau tak mau semua makhluk

harus menerima undang-undang ini

.

Terimalah undang-undang ini

dengan jiwa besar dan merdeka

jiwa yang tidak menengadah

melainkan kepada Tuhan.

.

(dari buku “Amanat Proklamasi”, hlm. 63)

W Charles de Gaulle
with Charles de Gaulle

20. DIMAKAN API UNGGUN

Saya merasa

diri saya sebagai

sepotong kayu

dalam satu gundukan kayu api unggun

.

sepotong dari pada ratusan

atau ribuan kayu di dalam api unggun besar

.

saya menyumbangkan sedikit

kepada nyala api unggun itu

.

tetapi sebaliknya

saya dimakan oleh api unggun itu!

Dimakan apinya api unggun

.

(dari buku “Tragedi Bung Karno” Pustaka Simponi 1978)

with Liz Taylor
with Liz Taylor