Antara Dua Gunung

gusblero - pada Muhammad

Demi waktu saat surya lebur terkubur di lembahmu

Sesungguhnya tak ada sepi membunuhku

Namun aku rindu, Kekasihku

Aku merindukanmu

 

Malam merapuh dalam hujan tak beraturan

Segala yang basah kubiarkan menenggelamkanku

Kau lihatlah O Wahai yang bibirku malu mengucapkannya

Aku mencintaimu

 

Antara dua gunung bertengger kabut panjang kegelisahan

Antara Sindoro Sumbing dan Akhsyabain

Tak ada lagi selain cinta

Kupegang erat malam di ujung jubah kebesaranmu

 

Gusblero, 2 Desember 2018

Promo Buku

promo kasyaf1a

Judul Buku   : Kafilah Syafa’at

Penulis           : Gusblero Free

Kata Pengantar: Emha Ainun Nadjib

Penerbit         : Istana Agency, Yogyakarta

Cetakan          : Pertama, Oktober 2018

Tebal              :  x + 160, 14 x 20,5 Cm

ISBN               : 978-602-5430-11-4

Harga             : Rp. 50.000,-

 

Gus Blero ini bukan orang kota, bukan cendekiawan, bukan akademisi, bukan Ulama, bukan Ekspert, bukan Ahli. Gus Blero orang desa, maka Buku yang ditulisnya adalah dongeng, bukan sejarah. Yang ditulisnya adalah khayal, bukan ilmu. Adalah karangan, bukan kebenaran. Maka tidak bisa masuk di bagian manapun dari kebun dan taman di kota. Gus Blero langsung bersentuhan dengan hutan, tanpa lewat kota. Gus Blero langsung pakai jalan tol berdialektika dengan langit, tidak mendaftar dulu di kantor-kantor Cendekiawan, Ulama dan Mufassir. Buku Gus Blero itu tidak ada rak resminya di Toko Buku. Tidak ada kategori yang meletakkannya di suatu bidang disiplin. Buku ini hanya Babat Qur`an dan kehidupan, tidak bisa dijadikan marja’ atau rujukan bagi pencari ilmu. Karena ilmu itu milik orang kota, milik Perkebunan dan akademisi Sejarah.

 

Kebetulan saya sendiri sudah jauh lebih lama bertempat tinggal jauh di luar pagar kota. Ketika saya berjongkok memandang kota dan perkebunan di dalam pagar, si Wonosobo ini tiba-tiba duduk di samping saya. Menyodorkan buku liarnya. Maka saya meresponsnya, sebagai sesama “orang hutan”. (Emha Ainun Nadjib).

 

Order : 0821 3687 9916 (Dulsalam)

The Soul of Java

 

the soul of java_shadow

 

THE SOUL OF JAVA Branding Tagline baru Kabupaten Wonosobo

 

  • Brand selaras dengan Wonderful Indonesia.
  • Lingkaran sebagai ‘icon’ menggambarkan dunia (universe) dan perkembangan yang terus menerus (tanpa putus). Lingkaran (’O’) juga selaras dengan Wonosobo yang banyak memiliki huruf ‘O’.
  • Slogan “The Soul of Java” menggambarkan Wonosobo sebagai ‘ruh’ dan ‘akar’ Jawa. Slogan ini juga mengkapitalisasi nama ‘Java’ yang sudah mendunia.
  • Prominenticon: gunung, alam, dan matahari terbit.

 

INFO LENGKAP : @bappedawonosobo, SARAN : ikejanitadewi@yahoo.com

 

wonosobo soul of java

 

 

logo the soul of java

Jika Kukatakan Takut Kepadamu, Cukupkah Ini Meredakan Hatimu?

gusblero - kaf

 

Jika ada yang bertanya apakah saya takut pada terorism, jujur saya akan bilang: Ya, saya takut. Saya takut seandainya engkau sudah tidak tahu lagi siapa kawanmu siapa saudaramu siapa keluargamu, saya takut engkau tidak lagi mengingat negerimu, saya takut engkau tidak mendengar lagi suara-suara di sekelilingmu, saya takut bahkan engkau sudah tidak mengenal lagi siapa dirimu sendiri.

 

Kematian adalah keniscayaan bagi yang hidup, tetapi keimanan memiliki jalannya sendiri-sendiri. Kebaikan dalam hidup memiliki jalannya sendiri-sendiri. Bahkan seandainya engkau meyakini kematian sebagai sempurnanya perjuangan, tetap saja tidak adil engkau menempuhkan pilihan itu pada yang tengah merintis hidup.

 

Apakah engkau keberatan hidup di dunia di bumi mana Allah telah menurunkanmu? Jika ini sebuah jihad, bagaimana mungkin engkau merasa berhak merumuskan takdirmu sendiri? Gunung mana memberatimu hingga engkau tersungkur dalam liang yang menyempitkanmu. Engkau boleh berhitung, tetapi sesungguhnya Allah sendirilah Yang Maha Menghitung.

 

Engkau boleh mengarahkan pandangan matamu kepada perang sebagai ladang jihadmu, tetapi akan kemana kau hadapkan wajah di hadapan Nabimu saat engkau bawa serta istri dan anak-anakmu. Engkau berbaiat untuk mengikuti sunahnya, dengan sekaligus melanggar larangannya. Akan kemana engkau hadapkan wajahmu?

 

Nabi telah mengajarkan bagaimana kita memohon kelapangan dalam hidup, kelapangan di alam kubur, dan digolongkan dengan hamba-hamba yang dipenuhi kelapangan. Hidup yang tak diberati dan memberati apa-apa, mati yang tak diberati dan memberati apa-apa, dan kelak dikumpulkan dengan golongan yang tidak diberati dan memberati apa-apa.

 

Namun engkau terlalu berat memandang hidup, dan memberati kematian sebagai satu-satunya pintu jalan keluarmu. Lalu engkau melihat pahala sebagai pialamu, dan engkau merasa memanggul amal yang tak engkau sadari justru akan memberatimu. Ketika tak satupun perbuatan kita akan terhitung kecuali atas ridhlo-Nya. Ketika tak satupun amal akan diterima kecuali atas kehendak-Nya.

 

Astaghfirullahal Adzhim laa ilaha illa Anta Subhanaka inni kuntu minadhdholimin.

 

Gusblero, 14 Mei 2018

Garis Tangan, Angkat Tangan, Jabat Tangan

gusblero - polwan

 

Seorang lelaki yang saya jumpai di dekat sebuah sungai berkisah tentang Qadha dan Qadar. Saya berpikir ia akan menjelaskan tentang hukum dan ketetapan Allah sejak zaman azali, seperti halnya pelajaran yang pernah saya dapatkan di mushala kampung dulu. Perkiraan saya ternyata salah.

 

Hidup, dalam perkara apapun, hendaknya tiap orang menyadari tentang apa yang sudah tertulis sebagai “garis tangan”, kesadaran ini yang pada puncaknya akan menghasilkan ketawakalan. Akan tetapi sebelum semuanya terhenti pada titik ketawakalan, tiap orang juga harus melakukan berbagai upaya untuk meraih yang diinginkan, itu yang disebut “angkat tangan”.

 

Orang menanam padi di sawah sebagi bentuk usaha ekonomi, orang mengunci sepeda untuk keamanan, orang terjun ke masyarakat untuk menggalang dukungan. Semua itu menjadi bagian dari sebuah upaya “angkat tangan”, tandang gawe, ucul-ucul, kerja upaya.

 

Tidak cukup itu saja. Orang perlu juga melakukan apa yang disebut “jabat tangan”, mengenalkan diri, bersosialisasi dengan tetangga, wilayah baru, lingkungan sekitar. Tujuannya untuk melancarkan segala sesuatu. Agar keamanan bisa dijaga bersama, agar beban umum bisa saling disengkuyung, atau agar urusan politik bisa mendapatkan dukungan.

 

Penerimaan iman tentang Qadha dan Qadar kurang lebih harus begitu. Menyadari akan adanya garis tangan, terus berupaya dan ringan dalam mengangkat tangan, serta tidak rikuh untuk melakukan jabat tangan. Hendak dibolak-balik seperti apa intinya ya begitu. Its simple way to live a life.

 

Firman Allah dalam Hadits Qudsy: “Man lam yardha biqadha’i, wa lam yasykur bini’mati, wa lam yashbir bibala’i, falyakhruj tahta sama’i walyathlub rabba siwa’i, Barangsiapa yang tidak ridha atas segala hukum perintah, larangan, janji qadha dan qadar-Ku, dan tidak bersyukur atas segala nikmat-nikmat-Ku, serta tidak sabar atas segala cobaan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku yang selama ini engkau jadikan sebagai atapmu, dan carilah Tuhan lain selain diri-Ku (Allah)”.

 

Gusblero Free, 8 Pebruari 2018

 

 

Orbit dan Galaksi

gusblero lunar

Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu. “Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS. Al Anbiya: 33)

 

Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu: “Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38)

 

Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur’an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu kilometer/jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.

 

Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur’an sebagai berikut: “Demi langit yang mempunyai jalan-jalan.” (QS. Adz Dzariyat: 7)

 

Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah “berenang” sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.

 

Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.

 

Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur’an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa “dipenuhi lintasan dan garis edar” sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Satu lagi bukti bahwa Al Qur’an adalah firman Allah. Allahu Akbar!

Mbah Kiai Maimoen Zubair Paring Pangandiko…

gusblero - mbah kiai maimoen zubair

 

Syaikhina Wa Murobbi Ruhina Syaikh Maimoen Zubair pulang dari haji malam Itu…

 

“Apabila kamu akan melihat orang lain, hendaklah oleskan terlebih dahulu minyak wangi di hidungmu, sehingga siapa pun orang yang di hadapanmu, ia akan tetap tercium wangi.

 

Sebaliknya, bila di hidungmu terdapat bau kotoran, maka secantik dan sewangi apa pun perkara yang ada di hadapanmu, ia akan tercium busuk. Bila kita selalu menganggap buruk orang lain, lihatlah! Mungkin di dalam hidungmu ada kotorannya.

 

Ini adalah ajaran dari sesepuh-sesepuh kita. Air sungai dengan segala macam isinya akan mengalir ke lautan. Akan tetapi hal itu tidak mampu mengotori lautan. Sampah-sampah yang ikut terbawa gelombang akan berada di pinggiran pantai, sehingga sangat jarang ada pantai yang bersih. Hal itu karena laut tidak mau menerima kotor, sehingga apa yang ada di dalam laut mesti sehat.

 

Air sungai maupun air bah saat musim penghujan yang masuk ke dalam laut, tidak mampu merubah air laut menjadi air tawar. Itulah laut, ia memiliki jati diri sehingga tidak mudah digoyahkan dan tidak mudah dibenturkan. Saya menjadi malu terhadap laut. Sebenarnya siapakah yang mempunyai jati diri yang kuat? Aku atau kamu? Entahlah….

 

Secara logika, ikan-ikan laut yang sebelumnya hidup di kedalaman laut yang asin, bila akan dijadikan ikan asin mestinya cukup dijemur tanpa diberi garam lagi. Akan tetapi kenyataannya tidaklah seperti itu. Sebenarnya akal sehatku menolak dan berkata: “Berasal dari air asin kok digarami lagi. Ternyata rasanya tawar”. Ikan di lautan ternyata tetap tawar walaupun berada di lautan yang tentu asin. Inilah jati diri.”

 

from  @santringaji @kanthongumur1985 @ikisantri @tetepsantri

 

resource: http://www.imgrum.org/media/1603608303586095673_3054840823

Alkisah Anglingdarma

gusblero - anglingdarma

 

Pernikahan Jayabaya dengan Dewi Sarah diantaranya menurunkan Dewi Pramesti yang kemudian menikah dengan Astradarma dan melahirkan Anglingdarma, dan seterusnya.

 

Secara pribadi saya tidak tahu percis kisahnya, bahkan sama sekali tidak menyangka pernah berada di wilayah yang dianggap ‘werid’ ato keramat itu. Dalam bayangan imajiner saya (dan ini juga bisa sangat salah) saya hanya melihat ‘angkin’ dengan rentetan kutukan tak berujung. Selembar angkin, saya tidak tahu apakah jika itu berada di tangan yang tepat akan bisa memupus serangkaian fenomena penuh tumbal itu…

 

Sejarah Anglingdarma tidaklah sesyahdu laiknya kisah raja-raja atau pangeran jaman now.  Hidupnya penuh melodrama dan babak belur dengan rentetan simbolik yang tak gampang kita cerna. Petualangan Anglingdarma mirip-mirip kisah Hercules, putera dewa Zeus, lengkap dengan bintang tamu yang aneh-aneh dalam bagian-bagian episodenya. Ada kisah manusia berubah jadi burung untuk bisa menelusup dan melakukan balas dendam, ada burung yang bisa mengabarkan di mana letak harta karun lalu merubah tuannya jadi agan-agan, dan ada pula tukang patung yang meminta kekuatan dari patung yang diukirnya sendiri.

 

Balas dendam yang tak terampunkan, yang tidak cukup nyawa dibayar dengan nyawa. Babad Anglingdarma mungkin saja serupa kegusaran sejarah saat Harut Marut diturunkan di bumi. Orang bisa bersalin wadag, dan membuahi perempuan yang melihatnya sebagai suaminya yang sebenarnya. Maka wajar, balas dendam yang tak lazim kemudian melahirkan kutukan karena duel satu lawan satu tak bisa dihadirkan.

 

Ketika sihir menjadi wujud kesaktian personal yang secara hukum disahkan, tak pelak drama tentang kegaiban itu bisa diamini lewat jalan apa saja, yang mau tidak mau kita dipaksa untuk mempercayainya. Jelasnya, kisah Anglingdarma pasti terjadi pada abad-abad gelap ketika manusia justru lebih bisa berbicara dengan bahasa perlambang ketimbang dengan mulutnya.

 

Entahlah…..saya bukan highlander kok…

 

Once upon a time, there was Anglingdarma mendapati sepasang burung jalak memadu kasih pada dahan pohon yang kebetulan berada persis di atas kepalanya. Tak tahu dua jalak tersebut adalah penjelmaan Sang Hyang Batara Guru dan istrinya Dewi Uma, Anglingdarma lantas memanah sepasang burung jalak tersebut. Jebreett…

 

Panah itu tentu saja meleset. Entah karena para Batara memang dibekali sonar aji lembu sekilan, atau karena Anglingdarma kurang minum aqua. Tetapi Batara Guru yang sudah kadung marah, lantas mengutuk Anglingdarma akan berpisah dengan istrinya karena mengganggu keharmonisan dalam bercinta.

 

Terngiang-ngiang bagai kena hipnotis oleh kutukan tersebut, Anglingdarma lalu jadi loyo dalam melayani istrinya. Tentu saja Dewi Setyowati yang tak memahami alasannya, merasa terhina sekaligus kecewa, dan menganggap Anglingdarma sudah tak sudi pada dirinya. Biasa bro lagu lama, no woman no cry.

 

Menyadari sang bini sedang sensi-sensinya begitu, Anglingdarma lantas berusaha menenangkan dirinya dengan pergi berburu. Di hutan, dia melihat Nagagini yang merupakan istri dari Nagaraja atau Nagapertala sahabatnya, sedang berselingkuh dengan seekor Ular Tampar. Anglingdarma sontak murka dan memanah si Ular Tampar hingga mati. Sialnya, ekor Nagagini terserempet anak panah hingga terluka.

 

Nagagini memfitnah Anglingdarma dan mengadu pada Nagapertala bahwa Anglingdarma hendak membunuhnya. Beruntung, Anglingdarma bisa meyakinkan Nagapertala tentang kejadian yang sebenarnya sembari menunjukkan bangkai Ular Tampar yang dipanahnya. Walhasil, Nagapertala merasa ditolong kehormatannya, dan sebagai ucapan terima kasih ia mengajarkan Aji Gineng, ilmu untuk menguasai bahasa binatang kepada Angling Darma, disertai pesan agar ilmu tersebut tak boleh diajarkan kepada siapapun.

 

Berikutnya, Anglingdarma sudah lupa dengan kutukan Batara Guru, kembali ke kerajaan. Dia sudah rindu dengan istrinya. Sialnya saat keduanya sedang bercumbu, Anglingdarma yang sudah menguasai Aji Gineng sehingga bisa mengetahui bahasa binatang, mendengar suara cicak jantan yang sedang merayu cicak betina, karena tergiur dengan apa yang sedang dilakukan Anglingdarma dan istrinya. Seketika Anglingdarma marah dan hilang lagi selera.

 

Kejadian tak terduga itu benar-benar membuat Dewi Setyowati kecewa besar. Dua kali masygul dalam kondisi foreplay kali ini tak termaafkan. Malu diujung tak berujung (istilah apalagi nih? 😀 ) Dewi Setyowati lalu memilih harakiri dengan cara membakar dirinya.

 

Anglingdarma menyesal bukan kepalang. Ilmu yang tanpa kendali ternyata sungguh musuh terselubung yang paling nyata bagi pemiliknya. Maka, demi menunjukkan cintanya serta untuk menghormati pengorbanannya, ia bersumpah tak akan menikah lagi.

 

Kesamsaraan ternyata tidak berakhir disitu. Cinta, deritanya tiada akhir, begitu kata Ki Pat Kay dalam lakon Sun Go Kong. Sumpah Anglingdarma terdengar oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih. Masih dendam dengan Anglingdarma, Dewi Uma mengajak Dewi Ratih untuk menguji sumpah Anglingdarma.

 

Keduanya merubah diri menjadi dua wanita cantik dan menggoda sang Prabu Malawapati, hingga runtuhlah keteguhan sumpah Anglingdarma, dia menanggapi godaan dua gadis cantik tersebut. Lalu begitu Anglingdarma bertekuk lutut dalam buaian amor, saat itulah kedua gadis merubah dirinya kembali menjadi dua Dewi Kahyangan.

 

Dewi Uma kemudian menghukum Anglingdarma dengan menyuruhnya mengembara meninggalkan istana, dimana akan banyak godaan yang harus dihadapi Anglingdarma untuk mempertebal imannya. Kerajaan Malawapati untuk sementara diperintah oleh Batik Madrim.

 

Dalam pengembaraannya kemudian, Angling Darma sampai di kediaman tiga gadis cantik yang bernama Widata, Widati dan Widaningsih. Ketiganya jatuh cinta pada Anglingdarma hingga menahannya untuk pergi. Anglingdarma mengiyakan. Namun bukan sebab-sebab asmara semata, ia terusik untuk menyelidiki tingkah aneh ketiga gadis tersebut yang sering keluar malam.

 

Hingga suatu malam, saat ketiga gadis tersebut keluar rumah, Anglingdarma segera merubah dirinya menjadi seekor Burung Gagak untuk mengikuti kemana ketiga gadis itu pergi. Rupanya, Widata, Widati dan Widaningsih adalah tiga putri siluman yang suka makan daging manusia. Tentu saja Anglingdarma tak bisa lantas tinggal diam.

 

Ia mengecam perbuatan ketiga putri siluman itu, namun lantaran masih terkejut dengan apa yang baru dilihatnya, Anglingdarma justru kalah melawan ketiga putri siluman itu, yang lalu mengutuknya menjadi seekor burung belibis putih. Saat menjadi burung belibis itulah, kepercayaan diri Anglingdarma hampir terkikis habis….

 

Ya udah teruskan sendiri ceritanya….saya tahunya baru segitu kok…

 

Swear, bukan niat saya hendak main-main. Sesusah-susahnya mempelajari ilmu agama, ternyata lebih susah mempelajari antropologi budaya yang berisi etnolinguistik, prehistori, etnologi yang bias antara mana perlambang mana kenyataan. Padahal kasat mata daya linuwih kekuatan manusia itu di mana-mana juga sama. Sejarahnya juga hampir sama. Kalau di Baghdad ada kisah seribu satu malam, di negeri kita juga ada kisah Tantri Kamandaka, yang narasinya juga serupa.

 

Berbicara soal petualangan sih kelihatannya asyik, namun dalam konteks agama keseluruhan cerita itu dikategorikan dalam kisah-kisah Israiliyat, merujuk pada sesuatu yang tidak penting.

 

Seribu keasyikan membaca kisah-kisah seperti itu, bagi saya lebih menentramkan memperdalam ilmu tentang rasa syukur seperti apa yang telah diajarkan oleh Imam Ja’far al-Shadiq:

 

”Jika Allah mencintai seorang hamba, maka Allah mengilhamkan kepadanya ketaatan, membiasakan dirinya dengan qana’ah (menerima apa yang ada), mengkaruniakan baginya pemahaman agama, menguatkannya dengan keyakinan, mencukupkannya dengan sifat al-kafaf (rezeki yang memadai), memeliharanya dengan sifat al-‘afaf (dijauhkan dari yang tidak halal), serta memakaikannya Ghina (kaya hati, yaitu hati yang selalu merasa cukup dan tidak butuh pada harta yang ada di tangan orang lain).

Sebaliknya jika Allah membenci seorang hamba, maka Allah akan menjadikannya mencintai harta dan memudahkan baginya untuk memperolehnya, mengilhamkan kepadanya dunianya, menyerahkannya pada hawa nafsunya, serta membiarkannya mengendarai al-‘inaad (keras kepala), mudah berbuat fasad (kerusakan), dan mendholimi hamba-hamba-Nya.” Wallahu A’lam Bishawab.

 

Gusblero Free